Salah satu hal yang menyebabkan mengapa sampai sekarang hidup kita tidak tenang adalah kita terlalu banyak membesar-besarkan masalah. Ada dua penyebab mengapa kita cenderung banyak membesar-besarkan masalah kita. Yang pertama (dan lagi-lagi) adalah kita tak mampu menyadari apa yang sedang kita rasakan. Yang kedua adalah kekerdilan jiwa kita.
Ketika kita tidak menyadari apa yang sedang kita rasakan pada suatu saat tertentu, kita cenderung tidak mampu mengontrol apa yang sedang kita lakukan. Kontrol tindakan kita diambil oleh perasaan kita, bukan kita yang sebenarnya. Akibatnya, Kita tidak lagi memiliki kebebasan atau kemerdekaan untuk memilih tindakan kita.
Contoh, saat kita sedang marah, maka kita umumnya tidak mampu menyadari bahwa kita sedang marah. Yang mengontrol pikiran dan tindakan kiat waktu itu adalah perasaan kita, padahal Perasaan kita cenderung membesar-besarkan masalah yang kita hadapi. Akibatnya, tindakan atau ucapan yang keluar adalah tindakan yang konfrontataif dan merusak. . Andaikan kita bisa menyadari bahwa kita sedang marah maka kita pasti akan mengontrol pikiran kita, dan berfikir secara logis terhadap apa yang kita hadapi.
Alasan kedua mengapa kita cenderung membesar-besarkan masalah adalah jiwa kita terlalu kerdil. ketika kita berjiwa kerdil, maka nilai diri kita (penilaian diri kita terhadap diri kita sendiri) menjadi kerdil. Kita akan merasa bahwa kritikan atau protes dari orang lain akan mengancam eksistensi kita. maka akibatnya adalah kita menjadi rapuh dan sensitif terhadap sesuatu yang dianggap berani mengganggu ego kita.Ketika kita berjiwa besar, maka apapun atau siapapun yang mengusik kita dari luar, itu akan tidak ada apa-apanya.
saya punya pengalaman pribadi. Waktu SMA, saya pernah ditilang oleh polisi. Besoknya, di kafe, saya ceritakan pada teman-teman saya tentang kejelekan dan keburukan poliisi di Indonesia. Tapi, ternyata tanpa saya sadari waktu saya cerita, di belakang saya ternyata ada seorang polisi. Bukan sembarang polisi, dia kapolres. Dengan muka merah, saya mendekat ke sang polisi buat minta maaf. Tapi, ternyata si polisi (kapolres) itu tadi malah berdiri dari tempat duduknya dan tersenyum kepada saya. Dia bilang "terima kasih dek karena mau mengkritik, akan dijadikan bahan masukan yang bernilai. Tapi bersyukurlah bukan polisi yang baru lulus yang mendengar ceritamu".
Yaa, si polisi tadi tidak marah karena nilai dirinya besar. Dia tidak merasa tersinggung ketika dikritik karena dia merasa tak ada apa pun yang ada di luar dirinya yang bisa menyentuh egonya. coba bayangkan andaikan yang mendengar cerit itu adalah seorang polisi muda... pasti saya sudah kena damprat habis-habisan..
Jadi bagaimana caranya agar kita mampu melihat suatu masalah dengan ukuran yang sebenarnya. Tidak diremehkan dan tidak dibesar-besarkan? ya, dengan cara menyadari apa yang kita rasakan dan membangun kebesaran jiwa kita.
Ingat, cara paling tepat untuk menilai apakah suatu peristiwa benar-benar adalah masalah bagi anda adalah menjawab "apakah peristiwa itu akan anda ingat satu tahun mendatang?"
jawab sendiri.
Ketika kita tidak menyadari apa yang sedang kita rasakan pada suatu saat tertentu, kita cenderung tidak mampu mengontrol apa yang sedang kita lakukan. Kontrol tindakan kita diambil oleh perasaan kita, bukan kita yang sebenarnya. Akibatnya, Kita tidak lagi memiliki kebebasan atau kemerdekaan untuk memilih tindakan kita.
Contoh, saat kita sedang marah, maka kita umumnya tidak mampu menyadari bahwa kita sedang marah. Yang mengontrol pikiran dan tindakan kiat waktu itu adalah perasaan kita, padahal Perasaan kita cenderung membesar-besarkan masalah yang kita hadapi. Akibatnya, tindakan atau ucapan yang keluar adalah tindakan yang konfrontataif dan merusak. . Andaikan kita bisa menyadari bahwa kita sedang marah maka kita pasti akan mengontrol pikiran kita, dan berfikir secara logis terhadap apa yang kita hadapi.
Alasan kedua mengapa kita cenderung membesar-besarkan masalah adalah jiwa kita terlalu kerdil. ketika kita berjiwa kerdil, maka nilai diri kita (penilaian diri kita terhadap diri kita sendiri) menjadi kerdil. Kita akan merasa bahwa kritikan atau protes dari orang lain akan mengancam eksistensi kita. maka akibatnya adalah kita menjadi rapuh dan sensitif terhadap sesuatu yang dianggap berani mengganggu ego kita.Ketika kita berjiwa besar, maka apapun atau siapapun yang mengusik kita dari luar, itu akan tidak ada apa-apanya.
saya punya pengalaman pribadi. Waktu SMA, saya pernah ditilang oleh polisi. Besoknya, di kafe, saya ceritakan pada teman-teman saya tentang kejelekan dan keburukan poliisi di Indonesia. Tapi, ternyata tanpa saya sadari waktu saya cerita, di belakang saya ternyata ada seorang polisi. Bukan sembarang polisi, dia kapolres. Dengan muka merah, saya mendekat ke sang polisi buat minta maaf. Tapi, ternyata si polisi (kapolres) itu tadi malah berdiri dari tempat duduknya dan tersenyum kepada saya. Dia bilang "terima kasih dek karena mau mengkritik, akan dijadikan bahan masukan yang bernilai. Tapi bersyukurlah bukan polisi yang baru lulus yang mendengar ceritamu".
Yaa, si polisi tadi tidak marah karena nilai dirinya besar. Dia tidak merasa tersinggung ketika dikritik karena dia merasa tak ada apa pun yang ada di luar dirinya yang bisa menyentuh egonya. coba bayangkan andaikan yang mendengar cerit itu adalah seorang polisi muda... pasti saya sudah kena damprat habis-habisan..
Jadi bagaimana caranya agar kita mampu melihat suatu masalah dengan ukuran yang sebenarnya. Tidak diremehkan dan tidak dibesar-besarkan? ya, dengan cara menyadari apa yang kita rasakan dan membangun kebesaran jiwa kita.
Ingat, cara paling tepat untuk menilai apakah suatu peristiwa benar-benar adalah masalah bagi anda adalah menjawab "apakah peristiwa itu akan anda ingat satu tahun mendatang?"
jawab sendiri.
Posting Komentar