Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan

Behind That Hazel Eyes

apakah semua genggaman melahirkan hujan?
aku bertanya karena setiap kali
kita berpegangan dan menautkan tangan,
matamu tiba-tiba berubah jadi pelangi

perjalanan telah membawaku begitu jauh
ada begitu banyak negeri untuk berlabuh
namun entah mengapa aku tak pernah jenuh
ingin tinggal di matamu

karena inilah aku tak percaya pada sekolah
kita selalu diajari bagimana memetik bintang
tapi guru tak pernah cerita bagaimana cara
mengeluarkan aku dari matamu
baca tulisan ini lebih jauh

jalan panjang menuju rumahmu

I. Sejak kecil, kita diajar
melipat dan melipit kertas
lalu memendekkan jarak-jarak
dalam skala-skala peta
(andai saja kita bisa melipat ruang,
agar rumahku dan rumahmu tak berpisah jarak)


II.Sejak awal Tuhan menciptakan
kita terjebak dalam ruang -ruang
hingga antara rumahmu dan rumahku
tersimpan jarak yang begitu rentang
(kelak akhirnya kita tahu
bahwa Tuhan menciptakan jarak
agar kita percaya pada kata rindu)


III.dan mengantarmu pulang
adalah pekerjaan rumit yang paling kurindukan
karena jalan panjang menuju rumahmu
adalah jalan dipenuhi kelok dan liku
di sepanjang jalan aku berdoa
semoga jalan menuju rumahmu
tak serumit jalan menuju hatimu
baca tulisan ini lebih jauh

Mavi Marmara


ini kapal, tuan
berisi tangis dan air mata penduduk bumi
yang kami bungkus dalam peti-peti
karena negara kami tak pernah punya lisensi
untuk membuat nuklir dan jutaan amunisi

ini kapal, tuan
makanan bagi jutaan bocah tak berdosa
yang Tuan bunuh ayah-ibunya
selimut bagi ribuan perempuan tua
yang Tuan hancurkan rumahnya

ini kapal, tuan
hanyalah tubuh yang dengan tabah memutuskan
meninggalkan rumah, menanggalkan ketakutan
karena percaya bahwa kemanusiaan
hanya bisa diperjuangkan
dengan menempuh lautan
menyerahkan diri di ujung senapan
baca tulisan ini lebih jauh

Merelakan Kepergian

setiap daun-udaun yang tumbuh adalah
kehilangan bagi rimbun musim sebelumnya
setiap nafas-nafas yang pergi
adalah kehadiran bagi jiwa-jiwa yang lain

Jika kita tahu bahwa kepergian itu niscaya
maka mengapa kita tak mampu pergi dengan bahagia?

Bukankah kita selalu percaya
bahwa setiap jalan penciptaan-Nya
lahir dari kematian-kematian yang lain
baca tulisan ini lebih jauh

persinggahan terakhir


pernah di suatu sore saat kita ketinggalan kereta
kau cerita terbata-bata tentang cita-cita
yang selalu ingin kau ke sana: sebuah kota
tempat bagi pengembara seperti kita
tapi ini bukan tentang ziarah
yang sekedar singgah melepas lelah, menengadah
lalu perlahan lahan kita gerah
kau ingin menetap, membangun atap
tempat kita berbagi senyap yang kerap hinggap
melalapbaca lebih jauh


di ujung galah, saat kita telah lelah bernafas
saat usia kita hampir meretas
kau berjanji ceritakan ke anak-anak kita
sebuah kota
tempat kita menanam mimpi dengan kerikil
tempat kita mejahit langit dengan perca
peta kota yang buta dan pengembara tak tahu arah

sebuah kota: tempat kita membangun rumah
baca tulisan ini lebih jauh

teruslah berjalan

sebelum lelah tangan ini memanggul
nyanyian-nyanyian pilu dalam bakul
dan sekantung penuh air mata
akan kuantar kau kau menuju kota
tempat kita harusnya berhenti
menunggu mati

teruslah berjalan
hingga sampai kita ke tanah harapan
tempat kita menebar nyanyian
yang sepanjang jalan meronta-ronta
tempat kita bisa menanam airmata
yang kelak tumbuh menjadi rumah

teruslah berjalan
sebelum tangan ini menjadi akar
tubuh ini menjelma belukar
baca tulisan ini lebih jauh

kenduri ziarah

seperti baru kemarin kita berbincang
di tepi ladang saat kemarau begitu bandang
dan gumpal awan belum menuliskan kata hujan
engkau katakan ingin berziarah
ke sebuah padang, kau menyebutnya padang cinta
tempat bapak adam dan ibu hawa berjumpa
sebagai anak aku berkata, pergilah
sebagaimana para tetua pernah melakukan
bersama palka dan angin muson

lalu kau ikat kayu bakar, dan sama-sama kita panggul
menyusur jalan pulang, seraya menyebut perjalanan kelak
sebagai perjalanan yang mungkin terakhir engkau lakukan.

pada suatu pagi, ketika angin muson mulai berputar di atas bandar
aku mengantarmu pergi, seperti hendak menjemput mati
sebab sebuah perjalanan mungkin sampai, mungkin juga bukan
hanya, aku berharap tidak ada perjalanan yang sia-sia
air mataku jatuh, saat tubuh rentamu melambai seperti daun jagung
mungkin ini cara perpisahan yang aneh
atau semacam cara untuk memberi pesan, bahwa hidup manusia
hanyalah telur di ujung jarum, yang genting tetapi juga penting

sepanjang pergimu, air mataku meleleh-leleh
sekalipun air mataku bukan lilin
di mataku, engkau bukan lelaki renta
melainkan sosok yang begitu perkasa menantang ketakutanmu
sendirian

kelak jika engkau pulang, aku ingin mendengar cerita
tentang peziarah renta yang tersesat di sudut kota tua
dan di sebuah gang, ada seorang nabi meninggalkan anak istri
demi cinta tanpa syarat
lalu kita mengenalnya sebagai berkorban
sejenis kemampuan untuk tidak terikat kepada cinta
yang mungkin sia-sia

entahlah, selamat jalan lelaki renta, takdir menunggumu di sana
baca tulisan ini lebih jauh

sajak tentang kau yang tertancap di langit

"Setiap Malam, Sesaat Sebelum Aku Menatap Bintang, Aku Selalu Bertanya Pada Hatiku Tentang Seberapa Besar Rasa Cintaku Kepadamu Dan Setiap Kali Itu Pula Aku Mendapatkan Jawaban Yang Sama Bahwa Seberapapun Besarnya Cintaku Kepadamu Itu Menjadi Tak Ada Artinya Ketika Pada Kenyataannya Tak Ada Cinta Yang Kau Sisakan Untukku Walau Hanya Sedikit Saja"


tapi lagi-lagi aku mencoba tak percaya pada kata hatiku dan lebih memilih percaya pada senyummu saja, dengan begitu mungkin aku akan tetap bertanya sambil lalu pada hatiku sesaat sebelum aku melihat kembali bintang--yang sejak bertemu denganmu rutin aku lakukan, di malam selanjutnya tanpa memerdulikan jawaban yang hanya akan mengundang airmata itu
baca lebih jauh



"aku mencintaimu, untuk itulah di setiap malamku dan malammu yang mungkin saja berbeda, aku menanam bintang-bintang dengan bibit dari keringatku yang menetes ketika terlalu lelah aku berlari menujumu hanya demi membalas senyummu yang tertinggal begitu saja di mataku"

aku membayangkan di suatu hari baik nanti, ketika tanganku dan tanganmu adalah satu, bintang-bintang itu tumbuh menjadi matahari dan menyinari mataku dan matamu dengan tanpa memerdulikan cuaca dan waktu karena hari-hari hanya menjanjikan terang bahkan pada malam-malam tergelapmu

(dan kau akan menciptakan bayangan panjang di belakangmu untuk kau titipkan padanya rindu sementara aku menciptakan bayangan di hatimu untuk aku sampaikan padanya rayu, dan aku hanya tinggal menunggu bayanganmu berpaling dan kemudian berdua aku dan kau melihat bayangan kita terikat di antara terang matahari dan teduh cinta sejati)
baca tulisan ini lebih jauh

jika waktu adalah panas matahari, maka aku ingin demam sedemam-demamnya

waktu, seperti jerang (atau rejang) panas matahari yang membakari tubuh kita sepanjang hari yang dengan itu kita menyusun satu demi satu cerita-cerita yang hampir punah tentang

Kadang-kadang sisa-sisa panasnya masih tertinggal di ubun-ubun menjalari leher, dada, lengan dan semua tubuhku menjadikanku menggigil kears di sepanjang malam-malamku yang dokter menyebut itu demam tinggi, Tapi aku lebih suka menyebutnya sebagai kenangan. Kau bilang, apa bedanya?

karena itu khusus untukmu, aku ingin demam sedemam-demamnya: agar aku bisa mengenangmu sedalam yang aku bisa...
baca tulisan ini lebih jauh

kau tahu? aku senang bisa menemanimu menangis...


makassar, 26.06.09, 20:05

kau benar. kadang-kadang memang kita harus menangis untuk merasa bahagia...

dalam detik-detik yang makin kering, malam-malam yang bisu dan hari-hari yang beku kita akan tahu apa arti ketakutan. Entahlah, aku juga tak tahu dengan cara apa, tapi ada malam-malam tertentu, di mana potongan-potongan kenangan akan terputar ulang dengan sendirinya tepat di depan mata kita, menumpuk di hemispher-hemispher kita, menyesakinya, kadang-kadang bahkan sampai membuat kita terpojok.lalu kita akan butuh tangisan untuk itu. Saat itu, kita akan bersyukur kepada Tuhan karena telah memberi kita air mata...

ya, aku tahu rasanya. Antara puas dan kecewa bukan?

Selalu. Rasanya akan selalu seperti itu. kau akan puas karena kau bisa lepas dari kenangan yang menghimpitmu tepat di jantung. Tapi kau akan kecewa, bukan hanya karena kenangan-kenangan akan memmbuka kembali luka yang tak kau mengerti mengapa masih teringgal di girus-girusmu walau kau telah menguburnya dalam-dalam. tapi juga karena sebenarnya kau tahu, semakin kau menangis, semakin kau merasa sendiri. Aku berat mengatakannya, tapi jujurlah, tak ada yang tahu kau sedang menangis...

hmmm... baiklah, aku akan menemanimu menangis malam ini...

Kau tahu, aku akan menemanimu menangis. Setidaknya malam ini. Tapi tak akan lama. Menangis itu menular bukan? dan aku tak ingin (terlihat) menangis di depanmu.

tapi, aku tak tahu caranya bagaimana membujuk. aku masih menganggap itu pekerjaan yang tak rasional...

Jangan pernah berharap seorang lelaki cengeng dan manja akan membujukmu. Sebenarnya aku ingin, tapi aku tak tahu caranya. kadang-kadang aku merasa membujuk itu seperti mengajarimu tentang kehidupan (siapa yang lebih tahu tentang pelajaran kehidupan daripada kau?)Mungkin suatu saat nanti, aku akan ikut kursus membujuk. tahun depan mungkin. belakangan ini aku sangat sibuk.

Jangan pedulikan apa isinya, karena yang penting adalah aku membujukmu!

Aku yakin, tahun depan kau bahkan tak lagi mengingat apa yang kukatakan malam ini. Tapi aku yakin, kau akan selalu ingat bahwa pernah ada suatu malam di mana kau menangis dan aku ada di sampingmu. Sebenarnya aku berat mengatakannya, tapi kau tahu? aku senang bisa menemanimu menangis...
baca tulisan ini lebih jauh

Maafkan aku jika tak kuat menahan tangis....

"Tubuhmu makin lemah, aku tak yakin kau mampu bertahan lebih lama..."

Telah belasan musim kita lewati dalam ringkih hari-hari yang makin menipis. Kita sama-sama tahu tubuhmu tak kan bertahan hingga musim baru tiba. Setiap aku bangun di pagi hari, aku akan bersyukur karena masih diberi (setidaknya satu hari) bersamamu. Kau tahu? kalau bukan karena aku tak ingin membuatmu tersinggung, akan kuajak kau menghabiskan sisa musim yang kita punya dengan bermain ski di alpen, menjelajahi sungai-sungai di venesia, atau menyusuri kebun-kebun tulip di eindhoven...

"Ya, aku tahu. Setelah aku pergi, kau akan hidup bahagia dan jadi periang, kan sayang?"

hari-hari makin menipis dan beberapa hari terakhir kau mulai rajin memandangi tanggal-tanggal di kalender. Kadang-kadang kau membuka album foto-foto usang yang telah bertahun-tahun tak kita sentuh. Kau bahkan memintaku menemanimu mencari foto berdua kita yang pertama (seingatku itu telah belasan tahun yang lalu), yang ternyata kau masih simpan tepat di balik foto pernikahan kita. Beberapa minggu ini kau bahkan melingkari setiap hari yang kita lewati, yang ketika kutanya alasannya kau menjawab kau ingin pergi dengan membawa kenangan indah tentangku sebanyak mungkin. Aku menangis, dan kau marah. kau tak suka aku menangis.



"Tentu tidak! Aku tak dapat membayangkan hidupku tanpa kau!"

Sepeninggalmu aku ragu, tak ada lagi yang sempat mengingatkanku untuk sejenak melupakan antrian pasien di klinik, telfon dari perusahaan farmasi, atau berkas-berkas laboratorium yang menumpuk di meja kerjaku untuk sejenak kita menikmati sekedar teh manis di beranda belakang rumah, atau kadang-kadang matahari sore, atau kadang-kadang kau mengajakku berjalan di sepanjang taman di halaman yang karena itu semua aku punya alasan untuk bertanya, apakah ada hidup yang lebih sempurna dari ini?

"Tidak, aku tak ingin setelah aku pergi, kau menjadi lelaki cengeng dan merana..."

Aku masih ingat, beberapa tahun lalu, ketika pertama kalinya aku tahu, bahwa ada yang salah dengan tubuhmu, aku tak mampu menatap wajahmu lama-lama seperti biasa (walau sebenarnya aku ingin). Aku takut semakin banyak kenangan yang kau tinggalkan di memoriku, semakin berat bagiku untuk membiarkan kau beristirahat dengan tenang. Lalu ketika kau tahu itu, kau mengajakku menyusuri langit bulan desember mengajariku tentang arti dari sebuah kepergian

"Bagaimana bisa? sedangkan kau pemilik tawa dan senyumku?"

Tak ada yang mampu membuatku tersenyum di sepanjang musim ini selain tingkahmu yang kadang-kadang kuanggap terlalu garing untuk wanita secerdas kau. Kadang-kadang bebeberapa hari dalam sebulan kau memaksaku untuk menemanimu menyusuri taman ilalang belakang rumah, mengumpulkan ranting-ranting yang patah lalu kita bakar di sepanjang malam, hanya untuk membuatku yakin bahwa kau masih kuat, dan aku tak perlu takut atau menangis...

"ayolah... kau harus berjanji kau tak boleh menangis sepeninggalku..."

Aku berjanji. Tapi aku meminta izin untuk menangis kali itu. untuk yang terahir kalinya. Aku menangis, dan kau memelukku. erat. lalu kau melakukan satu hal yang tak pernah kau lakukan. Apalagi di hadapanku. Kau juga menangis.
baca tulisan ini lebih jauh

wangi lili di senyummu

di senyummu
aku menitip beberapa tangkai lili
beberapa berwarna putih
beberapa berwarna merah muda
















kadang-kadang
ketika musim dingin tiba
aku harus mencari hangat
dan wangi lili
di senyummu
baca tulisan ini lebih jauh

sebuah resep sederhana bagaimana menghafal jadwalmu di luar kepala di tengah padatnya jadwalku yg aku sendiri butuh catatan kecil untk mengingatnya

1
Setidaknya aku butuh sebuah kalender
kadang-kadang kalender meja
kadang-kadang kalender dinding
yang telah kau coret-coreti
atau kau lingkar-lingkari tiap pagi
kemudian tiap sore kutambah-tambahi
dengan stabilo atau crayon atau pensil warna
lalu kau tambah-tambahi pula dengan tulisan-tulisan spidol
lalu jadilah kalender itu gambar-gambar
yang aneh dan lucu
tiap malam kita membacanya sama-sama
dan tiap akhir bulan jadilah selembar kertas kalender itu
sebuah pelangi















2
Setiap beberapa hari dalam sebulan
ketika kau bangun pagi hari
dengan perut mulas dan nyeri di pinggang
aku akan menulis sebuah nota ke kantor
tak bisa masuk pagi ini
mengantarmu beli kiranti
maka jadilah aku akan mengingat
jadwal beli kiranti
tiap tanggal tujuh belas















3
kadang-kadang kutulis sebuah catatan
tentang hari-hari kita
yang berulang-ulang
dan beralang-alang
dan tiap kita punya sedikit waktu
kita akan menemukan catatan itu
masih menempel di dinding...
baca tulisan ini lebih jauh

debu


lihatlah
seberapa banyak debu kita habiskan
dari malam-malam yang durhaka

kita melahapnya
nikmat...
baca tulisan ini lebih jauh

Aku Rindu Hujan....


aku selalu mencintai hujan, karena tak sperti gelap yang selalu mengggelayut di malam-malam lorong rumahmu, ia selalu mampu memaksa kau dan aku memesan kopi tubruk dan teh manis beberapa gelas lagi sebelum kita akhirnya meninggalkan warung kopi ini dengan setumpuk cerita yang tak pernah sempat kita habiskan..

Aku sebenarnya tahu, kau juga akan berfikir bahwa malam sialan yang selalu larut lebih cepat setiap kau dan aku duduk di warung kopi ini masih terlalu terang untuk sekedar bercerita tentang pagimu, pagiku, soremu, soreku, dan malam kita. aku juga tahu bahwa dua-tiga gelas kopi dan teh manis tak cukup untuk membayar delapan belas jam yang tidak kita habiskan sama-sama sejak tadi malam, tapi aku tak tega membiarkan kau mengira-ngira bahwa aku sedang mencari-cari alasan agar besok malam aku tak menjumpaimu di warung kopi ini lagi..

Aku masih selalu merindukan hujan yang sisa-sisanya akan kita kenang setiap pagi karena kita selalu pulang dengan baju yang basah entah karena air hujan yang mengguyur tubuh kita atau karena kita memang selalu sengaja menceburkan diri ke dalamnya agar kau punya alasan untuk tak dimarahi ibumu mengapa pulang jam sembilan malam...
baca tulisan ini lebih jauh

Aku rindu hening...


Aku merindukan hening yang selalu mempertautkan kau, aku, buku-buku, majalah-majalah dan malam-malam (yang selalu terasa) panjang tiap kau dan aku duduk sambil menikmati cappucino hangat di depan cafe baca ini. Entah dengan apa, tapi erangan cecak, bunyi lembar-lembar buku dan majalah dan dentang jam selalu saja punya cara untuk mengikatkan jemarimu dan jemariku pada meja baca yang beku entah karena malam yang melelahkan atau lelah yang kemalaman...

Aku makin rindu pada hening yang karenanya aku bisa belajar dan berlatih untuk membaca pikiran-pikiran yang mengapung-apung di atas kepalamu tanpa kau dan aku perlu berucap setengah patah kata pun lalu kau dan aku akan tertawa dan senyum sama-sama menikmati kebodohanku yang berusaha memecah bisu dengan isi-isi majalah yang kosong...

Aku tahu, kau dan aku selalu berpura tak peduli pada hening yang merayap pelan dari kuku-kuku kaki kau dan aku, lalu naik ke lutut dan menggerayangi dengan nikmat tubuh kau dan aku, yang membuat kau dan aku menggeser-geser tempat duduk tidak jelas karena gelisah. Yang kutahu dan kau juga pasti tahu adalah kau dan aku selalu menikmati hening ini yang membuatku yakin kau akan kembali menunnguku di depan cafe baca ini nanti malam...
baca tulisan ini lebih jauh

Aku rindu siang yang panas....

Bukan karena kemarin baru saja kau punya alasan untuk memintaku mengantarmu pulang ke rumah di tengah terik yang dengan aneh kau bilang suam-suam kuku. kau pasti sudah tahu aku tak punya alasan untuk meyakinkan diriku agar bisa menolak, termasuk saat kita singgah memesan beberapa gelas es kelapa muda di mana kita tak perlu pura-pura gelisah untuk membuat si bocah kecil penjual kelapa muda mau berpura-pura memohon izin ke belakang dan tak kembali hingga kita menghabiskan beberapa gelas kelapa muda, beberapa tingkah yang malu kutulis, dan beberapa entah apa...

Juga bukan karena telah dua rabu kita tinggalkan sejak kau mengajakku makan di warung samping kampus di mana kita menghabiskan beberapa suap cerita tentang pagi yang masih mngepul, dan beberapa gelas cerita konyol ynag membuat perutku kembung hingga tawaku meluber sampai ke ujung jalan...

Aku rindu sebuah siang di mana kau kepanasan gerah dan basah lau bertanya mengapa hari ini begitu panas yang akan kujawab walau kutahu kau sudah tahu jawabannya bahkan jauh sebelum terik mengasapi tubuh kita...

Akan kubilang: Tuhan memaksamu berendam di kolam belakang rumahmu, agar bisa ku curi selendangmu...
baca tulisan ini lebih jauh

seorang lelaki pada istrinya di sebuah malam, di ulang tahun perkawinana mereka yang ke-dua puluh

Mengapa kau takut terlihat tua? Padahal satu-satunya alasan mengapa aku mencintaimu adalah karena aku mencintaimu...

Pada suatu pagi yang berkabut di akhir januari ia mendapati istrinya sedang duduk di depan cermin. Lama sekali. Diamatinya istrinya yang sedang mencari-cari sesuatu di wajahnya. Ohhh... ada kerutan di bawah mataku, istrinya memekik. Ia tahu apa yang selalu ditakutkan istrinya itu, tapi sebelum ia menyadarinya, istrinya kembali memekik sambil memegang dan mengurai-urai rambutnya. Ada sejentik kilauan perak disana. ia tahu, mengapa sudah berapa bulan ini istrinya tak pernah lagi memakai sepatu hak setinggi lima senti.

Istrinya menjawab: Lalu mengapa kau juga takut terlihat lemah? padahal satu-satunya alasan mengapa aku membutuhkanmu adalah karena aku mencintaimu...

Pagi tadi ia sedang lari pagi bersama suaminya. Entah mengapa belum selesai satu putaran lapangan sepakbola, suaminya telah terengah-engah. Nafasnya jauh meninggalkannya namun tetap saja ia berlari tak peduli pada mukanya yang memerah persis seperti pisang goreng yang selau mereka habiskan tiap pagi selama dua puluh tahun. Ia tahu suaminya telah berumur kepala lima dan itu sebabnya beberapa bulan terakhir mereka hanya mampu menyelesaikan satu malam dalam seminggu malam-malam yang mereka punya.
baca tulisan ini lebih jauh

biarkan kami telanjang...

biarkan saja kami telanjang di halaman rumah
biarkan kami berlari di sini
mengepul-ngepulkan debu tanah yang kering
atau berguling di rumput lapangan sebelah rumah
biarkan kami telanjang
supaya kami bisa melompat salto setinggi mungkin
menceburkan tubuh mungil kami ke tambak yang penuh lampu

kaki-kaki kecil kami memang penuh lumpur
kotor dan bau tanah yang menyengat
tapi kami ingin berlari
berlari
bermain
berteriak
jadi biarkan saja kami telanjang di sini
memohon hujan turun sederas yang langit bisa
supaya kami bisa mandi air suci
supaya kami bisa meluncur di atas rumput yang basah
biarkan kami menghirup angin sekenyang kami bisa
sampai kembung perut kami
membuncit supaya kami bisa tidur pulas malam ini

bIarkan kami telanjang disini
supaya kami bisa menapaki ranting demi ranting pohon mangga
berayun di dahan-dahan pohon jambu air
lalu melompati tumpukan jerami yang kami susun sendiri
kami ingin berlari saja
bermain saja
teriak saja
kami ingin menjadi kami sendiri saja...
baca tulisan ini lebih jauh

we will not go down

"A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight"



how a meaningfull song!
thankss for author.
baca tulisan ini lebih jauh