21.53
by Unknown
apakah semua genggaman melahirkan hujan?
aku bertanya karena setiap kali
kita berpegangan dan menautkan tangan,
matamu tiba-tiba berubah jadi pelangi
perjalanan telah membawaku begitu jauh
ada begitu banyak negeri untuk berlabuh
namun entah mengapa aku tak pernah jenuh
ingin tinggal di matamu
karena inilah aku tak percaya pada sekolah
kita selalu diajari bagimana memetik bintang
tapi guru tak pernah cerita bagaimana cara
mengeluarkan aku dari matamu
baca tulisan ini lebih jauh
11.02
by Unknown
I. Sejak kecil, kita diajar
melipat dan melipit kertas
lalu memendekkan jarak-jarak
dalam skala-skala peta
(andai saja kita bisa melipat ruang,
agar rumahku dan rumahmu tak berpisah jarak)
II.Sejak awal Tuhan menciptakan
kita terjebak dalam ruang -ruang
hingga antara rumahmu dan rumahku
tersimpan jarak yang begitu rentang
(kelak akhirnya kita tahu
bahwa Tuhan menciptakan jarak
agar kita percaya pada kata rindu)
III.dan mengantarmu pulang
adalah pekerjaan rumit yang paling kurindukan
karena jalan panjang menuju rumahmu
adalah jalan dipenuhi kelok dan liku
di sepanjang jalan aku berdoa
semoga jalan menuju rumahmu
tak serumit jalan menuju hatimu
baca tulisan ini lebih jauh
17.32
by Unknown
setiap daun-udaun yang tumbuh adalah
kehilangan bagi rimbun musim sebelumnya
setiap nafas-nafas yang pergi
adalah kehadiran bagi jiwa-jiwa yang lain
Jika kita tahu bahwa kepergian itu niscaya
maka mengapa kita tak mampu pergi dengan bahagia?
Bukankah kita selalu percaya
bahwa setiap jalan penciptaan-Nya
lahir dari kematian-kematian yang lain
baca tulisan ini lebih jauh
20.37
by Unknown
sebelum lelah tangan ini memanggul
nyanyian-nyanyian pilu dalam bakul
dan sekantung penuh air mata
akan kuantar kau kau menuju kota
tempat kita harusnya berhenti
menunggu mati
teruslah berjalan
hingga sampai kita ke tanah harapan
tempat kita menebar nyanyian
yang sepanjang jalan meronta-ronta
tempat kita bisa menanam airmata
yang kelak tumbuh menjadi rumah
teruslah berjalan
sebelum tangan ini menjadi akar
tubuh ini menjelma belukar
baca tulisan ini lebih jauh
13.00
by Unknown
seperti baru kemarin kita berbincang
di tepi ladang saat kemarau begitu bandang
dan gumpal awan belum menuliskan kata hujan
engkau katakan ingin berziarah
ke sebuah padang, kau menyebutnya padang cinta
tempat bapak adam dan ibu hawa berjumpa
sebagai anak aku berkata, pergilah
sebagaimana para tetua pernah melakukan
bersama palka dan angin muson
lalu kau ikat kayu bakar, dan sama-sama kita panggul
menyusur jalan pulang, seraya menyebut perjalanan kelak
sebagai perjalanan yang mungkin terakhir engkau lakukan.
pada suatu pagi, ketika angin muson mulai berputar di atas bandar
aku mengantarmu pergi, seperti hendak menjemput mati
sebab sebuah perjalanan mungkin sampai, mungkin juga bukan
hanya, aku berharap tidak ada perjalanan yang sia-sia
air mataku jatuh, saat tubuh rentamu melambai seperti daun jagung
mungkin ini cara perpisahan yang aneh
atau semacam cara untuk memberi pesan, bahwa hidup manusia
hanyalah telur di ujung jarum, yang genting tetapi juga penting
sepanjang pergimu, air mataku meleleh-leleh
sekalipun air mataku bukan lilin
di mataku, engkau bukan lelaki renta
melainkan sosok yang begitu perkasa menantang ketakutanmu
sendirian
kelak jika engkau pulang, aku ingin mendengar cerita
tentang peziarah renta yang tersesat di sudut kota tua
dan di sebuah gang, ada seorang nabi meninggalkan anak istri
demi cinta tanpa syarat
lalu kita mengenalnya sebagai berkorban
sejenis kemampuan untuk tidak terikat kepada cinta
yang mungkin sia-sia
entahlah, selamat jalan lelaki renta, takdir menunggumu di sana
baca tulisan ini lebih jauh
18.04
by Unknown
waktu, seperti jerang (atau rejang) panas matahari yang membakari tubuh kita sepanjang hari yang dengan itu kita menyusun satu demi satu cerita-cerita yang hampir punah tentang
Kadang-kadang sisa-sisa panasnya masih tertinggal di ubun-ubun menjalari leher, dada, lengan dan semua tubuhku menjadikanku menggigil kears di sepanjang malam-malamku yang dokter menyebut itu demam tinggi, Tapi aku lebih suka menyebutnya sebagai kenangan. Kau bilang, apa bedanya?
karena itu khusus untukmu, aku ingin demam sedemam-demamnya: agar aku bisa mengenangmu sedalam yang aku bisa...
baca tulisan ini lebih jauh
00.08
by Unknown
Bukan karena kemarin baru saja kau punya alasan untuk memintaku mengantarmu pulang ke rumah di tengah terik yang dengan aneh kau bilang suam-suam kuku. kau pasti sudah tahu aku tak punya alasan untuk meyakinkan diriku agar bisa menolak, termasuk saat kita singgah memesan beberapa gelas es kelapa muda di mana kita tak perlu pura-pura gelisah untuk membuat si bocah kecil penjual kelapa muda mau berpura-pura memohon izin ke belakang dan tak kembali hingga kita menghabiskan beberapa gelas kelapa muda, beberapa tingkah yang malu kutulis, dan beberapa entah apa...
Juga bukan karena telah dua rabu kita tinggalkan sejak kau mengajakku makan di warung samping kampus di mana kita menghabiskan beberapa suap cerita tentang pagi yang masih mngepul, dan beberapa gelas cerita konyol ynag membuat perutku kembung hingga tawaku meluber sampai ke ujung jalan...
Aku rindu sebuah siang di mana kau kepanasan gerah dan basah lau bertanya mengapa hari ini begitu panas yang akan kujawab walau kutahu kau sudah tahu jawabannya bahkan jauh sebelum terik mengasapi tubuh kita...
Akan kubilang: Tuhan memaksamu berendam di kolam belakang rumahmu, agar bisa ku curi selendangmu...
baca tulisan ini lebih jauh
23.43
by Unknown
Mengapa kau takut terlihat tua? Padahal satu-satunya alasan mengapa aku mencintaimu adalah karena aku mencintaimu...
Pada suatu pagi yang berkabut di akhir januari ia mendapati istrinya sedang duduk di depan cermin. Lama sekali. Diamatinya istrinya yang sedang mencari-cari sesuatu di wajahnya. Ohhh... ada kerutan di bawah mataku, istrinya memekik. Ia tahu apa yang selalu ditakutkan istrinya itu, tapi sebelum ia menyadarinya, istrinya kembali memekik sambil memegang dan mengurai-urai rambutnya. Ada sejentik kilauan perak disana. ia tahu, mengapa sudah berapa bulan ini istrinya tak pernah lagi memakai sepatu hak setinggi lima senti.
Istrinya menjawab: Lalu mengapa kau juga takut terlihat lemah? padahal satu-satunya alasan mengapa aku membutuhkanmu adalah karena aku mencintaimu...
Pagi tadi ia sedang lari pagi bersama suaminya. Entah mengapa belum selesai satu putaran lapangan sepakbola, suaminya telah terengah-engah. Nafasnya jauh meninggalkannya namun tetap saja ia berlari tak peduli pada mukanya yang memerah persis seperti pisang goreng yang selau mereka habiskan tiap pagi selama dua puluh tahun. Ia tahu suaminya telah berumur kepala lima dan itu sebabnya beberapa bulan terakhir mereka hanya mampu menyelesaikan satu malam dalam seminggu malam-malam yang mereka punya.
baca tulisan ini lebih jauh
00.50
by Unknown
biarkan saja kami telanjang di halaman rumah
biarkan kami berlari di sini
mengepul-ngepulkan debu tanah yang kering
atau berguling di rumput lapangan sebelah rumah
biarkan kami telanjang
supaya kami bisa melompat salto setinggi mungkin
menceburkan tubuh mungil kami ke tambak yang penuh lampu
kaki-kaki kecil kami memang penuh lumpur
kotor dan bau tanah yang menyengat
tapi kami ingin berlari
berlari
bermain
berteriak
jadi biarkan saja kami telanjang di sini
memohon hujan turun sederas yang langit bisa
supaya kami bisa mandi air suci
supaya kami bisa meluncur di atas rumput yang basah
biarkan kami menghirup angin sekenyang kami bisa
sampai kembung perut kami
membuncit supaya kami bisa tidur pulas malam ini
bIarkan kami telanjang disini
supaya kami bisa menapaki ranting demi ranting pohon mangga
berayun di dahan-dahan pohon jambu air
lalu melompati tumpukan jerami yang kami susun sendiri
kami ingin berlari saja
bermain saja
teriak saja
kami ingin menjadi kami sendiri saja...
baca tulisan ini lebih jauh
18.24
by Unknown
"A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive
They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight"
how a meaningfull song!
thankss for author.
baca tulisan ini lebih jauh