00.08
by Unknown
Bukan karena kemarin baru saja kau punya alasan untuk memintaku mengantarmu pulang ke rumah di tengah terik yang dengan aneh kau bilang suam-suam kuku. kau pasti sudah tahu aku tak punya alasan untuk meyakinkan diriku agar bisa menolak, termasuk saat kita singgah memesan beberapa gelas es kelapa muda di mana kita tak perlu pura-pura gelisah untuk membuat si bocah kecil penjual kelapa muda mau berpura-pura memohon izin ke belakang dan tak kembali hingga kita menghabiskan beberapa gelas kelapa muda, beberapa tingkah yang malu kutulis, dan beberapa entah apa...
Juga bukan karena telah dua rabu kita tinggalkan sejak kau mengajakku makan di warung samping kampus di mana kita menghabiskan beberapa suap cerita tentang pagi yang masih mngepul, dan beberapa gelas cerita konyol ynag membuat perutku kembung hingga tawaku meluber sampai ke ujung jalan...
Aku rindu sebuah siang di mana kau kepanasan gerah dan basah lau bertanya mengapa hari ini begitu panas yang akan kujawab walau kutahu kau sudah tahu jawabannya bahkan jauh sebelum terik mengasapi tubuh kita...
Akan kubilang: Tuhan memaksamu berendam di kolam belakang rumahmu, agar bisa ku curi selendangmu...
baca tulisan ini lebih jauh
23.43
by Unknown
Mengapa kau takut terlihat tua? Padahal satu-satunya alasan mengapa aku mencintaimu adalah karena aku mencintaimu...
Pada suatu pagi yang berkabut di akhir januari ia mendapati istrinya sedang duduk di depan cermin. Lama sekali. Diamatinya istrinya yang sedang mencari-cari sesuatu di wajahnya. Ohhh... ada kerutan di bawah mataku, istrinya memekik. Ia tahu apa yang selalu ditakutkan istrinya itu, tapi sebelum ia menyadarinya, istrinya kembali memekik sambil memegang dan mengurai-urai rambutnya. Ada sejentik kilauan perak disana. ia tahu, mengapa sudah berapa bulan ini istrinya tak pernah lagi memakai sepatu hak setinggi lima senti.
Istrinya menjawab: Lalu mengapa kau juga takut terlihat lemah? padahal satu-satunya alasan mengapa aku membutuhkanmu adalah karena aku mencintaimu...
Pagi tadi ia sedang lari pagi bersama suaminya. Entah mengapa belum selesai satu putaran lapangan sepakbola, suaminya telah terengah-engah. Nafasnya jauh meninggalkannya namun tetap saja ia berlari tak peduli pada mukanya yang memerah persis seperti pisang goreng yang selau mereka habiskan tiap pagi selama dua puluh tahun. Ia tahu suaminya telah berumur kepala lima dan itu sebabnya beberapa bulan terakhir mereka hanya mampu menyelesaikan satu malam dalam seminggu malam-malam yang mereka punya.
baca tulisan ini lebih jauh