Aku Rindu Hujan....


aku selalu mencintai hujan, karena tak sperti gelap yang selalu mengggelayut di malam-malam lorong rumahmu, ia selalu mampu memaksa kau dan aku memesan kopi tubruk dan teh manis beberapa gelas lagi sebelum kita akhirnya meninggalkan warung kopi ini dengan setumpuk cerita yang tak pernah sempat kita habiskan..

Aku sebenarnya tahu, kau juga akan berfikir bahwa malam sialan yang selalu larut lebih cepat setiap kau dan aku duduk di warung kopi ini masih terlalu terang untuk sekedar bercerita tentang pagimu, pagiku, soremu, soreku, dan malam kita. aku juga tahu bahwa dua-tiga gelas kopi dan teh manis tak cukup untuk membayar delapan belas jam yang tidak kita habiskan sama-sama sejak tadi malam, tapi aku tak tega membiarkan kau mengira-ngira bahwa aku sedang mencari-cari alasan agar besok malam aku tak menjumpaimu di warung kopi ini lagi..

Aku masih selalu merindukan hujan yang sisa-sisanya akan kita kenang setiap pagi karena kita selalu pulang dengan baju yang basah entah karena air hujan yang mengguyur tubuh kita atau karena kita memang selalu sengaja menceburkan diri ke dalamnya agar kau punya alasan untuk tak dimarahi ibumu mengapa pulang jam sembilan malam...
baca tulisan ini lebih jauh

Aku rindu hening...


Aku merindukan hening yang selalu mempertautkan kau, aku, buku-buku, majalah-majalah dan malam-malam (yang selalu terasa) panjang tiap kau dan aku duduk sambil menikmati cappucino hangat di depan cafe baca ini. Entah dengan apa, tapi erangan cecak, bunyi lembar-lembar buku dan majalah dan dentang jam selalu saja punya cara untuk mengikatkan jemarimu dan jemariku pada meja baca yang beku entah karena malam yang melelahkan atau lelah yang kemalaman...

Aku makin rindu pada hening yang karenanya aku bisa belajar dan berlatih untuk membaca pikiran-pikiran yang mengapung-apung di atas kepalamu tanpa kau dan aku perlu berucap setengah patah kata pun lalu kau dan aku akan tertawa dan senyum sama-sama menikmati kebodohanku yang berusaha memecah bisu dengan isi-isi majalah yang kosong...

Aku tahu, kau dan aku selalu berpura tak peduli pada hening yang merayap pelan dari kuku-kuku kaki kau dan aku, lalu naik ke lutut dan menggerayangi dengan nikmat tubuh kau dan aku, yang membuat kau dan aku menggeser-geser tempat duduk tidak jelas karena gelisah. Yang kutahu dan kau juga pasti tahu adalah kau dan aku selalu menikmati hening ini yang membuatku yakin kau akan kembali menunnguku di depan cafe baca ini nanti malam...
baca tulisan ini lebih jauh

Aku rindu siang yang panas....

Bukan karena kemarin baru saja kau punya alasan untuk memintaku mengantarmu pulang ke rumah di tengah terik yang dengan aneh kau bilang suam-suam kuku. kau pasti sudah tahu aku tak punya alasan untuk meyakinkan diriku agar bisa menolak, termasuk saat kita singgah memesan beberapa gelas es kelapa muda di mana kita tak perlu pura-pura gelisah untuk membuat si bocah kecil penjual kelapa muda mau berpura-pura memohon izin ke belakang dan tak kembali hingga kita menghabiskan beberapa gelas kelapa muda, beberapa tingkah yang malu kutulis, dan beberapa entah apa...

Juga bukan karena telah dua rabu kita tinggalkan sejak kau mengajakku makan di warung samping kampus di mana kita menghabiskan beberapa suap cerita tentang pagi yang masih mngepul, dan beberapa gelas cerita konyol ynag membuat perutku kembung hingga tawaku meluber sampai ke ujung jalan...

Aku rindu sebuah siang di mana kau kepanasan gerah dan basah lau bertanya mengapa hari ini begitu panas yang akan kujawab walau kutahu kau sudah tahu jawabannya bahkan jauh sebelum terik mengasapi tubuh kita...

Akan kubilang: Tuhan memaksamu berendam di kolam belakang rumahmu, agar bisa ku curi selendangmu...
baca tulisan ini lebih jauh

seorang lelaki pada istrinya di sebuah malam, di ulang tahun perkawinana mereka yang ke-dua puluh

Mengapa kau takut terlihat tua? Padahal satu-satunya alasan mengapa aku mencintaimu adalah karena aku mencintaimu...

Pada suatu pagi yang berkabut di akhir januari ia mendapati istrinya sedang duduk di depan cermin. Lama sekali. Diamatinya istrinya yang sedang mencari-cari sesuatu di wajahnya. Ohhh... ada kerutan di bawah mataku, istrinya memekik. Ia tahu apa yang selalu ditakutkan istrinya itu, tapi sebelum ia menyadarinya, istrinya kembali memekik sambil memegang dan mengurai-urai rambutnya. Ada sejentik kilauan perak disana. ia tahu, mengapa sudah berapa bulan ini istrinya tak pernah lagi memakai sepatu hak setinggi lima senti.

Istrinya menjawab: Lalu mengapa kau juga takut terlihat lemah? padahal satu-satunya alasan mengapa aku membutuhkanmu adalah karena aku mencintaimu...

Pagi tadi ia sedang lari pagi bersama suaminya. Entah mengapa belum selesai satu putaran lapangan sepakbola, suaminya telah terengah-engah. Nafasnya jauh meninggalkannya namun tetap saja ia berlari tak peduli pada mukanya yang memerah persis seperti pisang goreng yang selau mereka habiskan tiap pagi selama dua puluh tahun. Ia tahu suaminya telah berumur kepala lima dan itu sebabnya beberapa bulan terakhir mereka hanya mampu menyelesaikan satu malam dalam seminggu malam-malam yang mereka punya.
baca tulisan ini lebih jauh