Ada banyak hal yang kita percayai tentang mimpi. Berbagai kebudayaan di peradaban manapun di seantero dunia punya tradisi mitos yang begitu kuat yang mempercayai adanya keterkaitan antara mimpi yang kita alami dengan kejadian nyata dalam kehidupan kita. Beberapa kebudayaan mempercayai bahwa mimpi merupakan pesan akan kejadian yang akan terjadi di masa depan. Beberapa kebudayaan lain percaya bahwa mimpi merupakan media komunikasi bagi orang-orang yang telah mati untuk berinteraksi dengan manusia yang masih hidup, beberapa kepercayaan lain percaya bahwa mimpi merupakan cara Tuhan berbicara dengan manusia.
Semenjak dulu, saya sebenarnya tak pernah percaya dengan semua mitos itu. Bagi saya, tak ada satupun penjelasan argumentatif yang bisa menjelaskan keterkaitan antara mimpi dengan kejadian-kejadian di masa depan, bahkan penjelasan yang paling metafisis sekalipun. Satu-satunya penjelasan metafisis yang saya percaya tentang mimpi adalah bahwa mimpi merupakan keistimewaan yang Tuhan berikan kepada para Nabi, agar Tuhan bisa bicara dengan orang-orang terpilih itu lewat mimpi mereka. Dan keistimewaan itu hanya untuk para Nabi, yang lain tidak!
Saya mempercayai hal itu, hingga pada suatu ketika, mungkin satu atau dua minggu yang lalu saya mengalami kejadian aneh. Suatu malam saya mengalami dua mimpi berturut-turut dalam tidur saya. Saat pertama saya tidur malam itu, saya bermimpi bertemu dengan teman (teman? Yahh seperti itulah kami sering mengakuinya) semasa SMA. Dalam mimpi yang bersetting di halaman SMA itu, si teman lama menghampiri saya, lalu mohon pamit karena dia hendak pindah rumah. Beberapa detail dalam mimpi itu saya sudah lupa, anda pasti tahu susahnya mengingat detail-detail mimpi yang rumit, tapi yang pasti, dalam mimpi saya itu, si teman lama memohon izin karena hendak pindah rumah.
Setelah mimpi itu, saya sempat terbangun, sempat nonton TV sejenak, lalu tertidur kembali. Nah, setelah tertidur kembali, saya kembali bermimpi. Kali ini mimpinya agak lebih dramatis, saya bermimpi dikejar-kejar ayah saya yang waktu itu saya tak tahu alasannya kenapa, hingga dia seperti kesetanan mengejar-ngejar saya. Rasanya saat itu, saya muncul begitu saja dalam mimpi dan tiba-tiba saja berada dalam situasi di mana saya harus berlari mencari tempat sembunyi, sementara ayah saya berlari mengejar saya dengan kayu bakar di tangannya. Setelah mimpi itu, saya kembali terbangun, saya sempat berpikir alangkah anehnya mimpi ini, tapi saya percaya bahwa mimpi-mimpi yang aneh memang sering terjadi dalam tidur kita. Jadi, ini adalahsesuatu yang lumrah dan biasa terjadi.
Yang mengejutkan saya adalah ternyata pada hari itu juga saya mengalami dua peristiwa yang.. (apa ya bahasanya? Membekas? Dramatis? Memorable?) intinya susah saya lupakan. Pertama, pagi-pagi pas saya menelefon ayah untuk sebuah keperluan, ayah ternyata lagi marah sama saya. Ia sangat tersinggung dengan sikap saya beberapa minggu sebelumnya yang ternyata masih sangat membekas di hatinya. Selama ini ayah tak pernah bilang ke saya sebelumnya. Saking emosinya sama saya, saat bicara, ia bahkan terdengar hampir menangis. Saya merasa sangat menyesal saat itu juga, merasa bersalah, berdosa, merasa kurang ajar, tak tahu terima kasih. Di telefon, saya hanya bisa merasa bersalah dan mengutuki diri dalam hati. Ayah menutup telefonnya, sebelum saya sempat minta maaf..
Kedua, pas hari itu juga, saat saya lagi buka fesbuk, seorang teman lama (yang tadi muncul di mimpi) menyapa di chatroom. Setelah ngobrol beberapa lama, ia memberitahu saya, katanya beberapa minggu lagi mau nikah. Saya sangat terkejut, dia tak pernah bilang sebelumnya. Saya bahkan tak tahu bahwa dia punya pacar. Katanya, si lelaki itu teman waktu bimbel dulu. Waktu itu saya bilang, Alhamdulillah, semoga berbahagia, jadilah keluarga yang teduh dan semoga sukses dalam hidup.. sebelum dia offline, dia sempat bercanda, katanya sampai sekarang dia masih menunggu saya nembak. Ahh… ada-ada saja..
Saya sebenarnya tak ingin mempercayai segala takhyul dan mitos yang orang lain percayai tentang mimpi, tapi dua kejadian hari itu begitu nyata, dan semua orang yang mendengar kisah ini (walaupun saya tak pernah menceritakan kisah ini kecuali di blog ) pasti merasakan adanya kaitan antara dua mimpi saya hari itu dengan dua kejadian yang terjadi hari itu juga. Saya juga tak mungkin menyangkal kaitan ini.
Saya pernah mendengar penjelasan rasional dari seorang dosen (saya lupa siapa namanya), bahwa mimpi sebenarnya merupakan akibat dari proses penyusunan memori-memori yang ditangkap oleh otak kita. Saat kita tidur atau istrahat, otak kita menyusun kembali memori-memori yang telah direkam sepanjang hari dan memilah-milahnya ke dalam memori jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Nah.. menurut penjelasan ini, mimpi yang kita alami itu adalah efek dari aktifitas otak ini. Masalahnya adalah mimpi yang saya alami hari itu, bukanlah sesuatu yang pernah terekam dalam memori otak saya sebelumnya. Saya tak pernah tahu tentang kemarahan ayah saya sebelumnya. Dan saya juga tak pernah berkomunikasi lagi dengan si teman lama selama berbulan-bulan, saya juga tak pernah memikirkannya belakangan ini. Terakhir saya bertemu dia beberapa bulan yang lalu. Jadi, menganggap mimpi ini sama sekali hal biasa dan tak ada kaitan dengan kehidupan nyata justru terasa tak masuk akal.
Entahlah.. mimpi dan kenyataan memang berada pada dua dimensi kehidupan yang berbeda. Kita tak pernah (atau belum) benar-benar mampu menemukan benang merah antara keduanya. Tapi kadang-kadang kita tahu (sesubjektif apapun perasaan kita) bahwa ada kaitan besar (atau mungkin pesan) yang ingin disampaikan oleh mimpi kita..
Semenjak dulu, saya sebenarnya tak pernah percaya dengan semua mitos itu. Bagi saya, tak ada satupun penjelasan argumentatif yang bisa menjelaskan keterkaitan antara mimpi dengan kejadian-kejadian di masa depan, bahkan penjelasan yang paling metafisis sekalipun. Satu-satunya penjelasan metafisis yang saya percaya tentang mimpi adalah bahwa mimpi merupakan keistimewaan yang Tuhan berikan kepada para Nabi, agar Tuhan bisa bicara dengan orang-orang terpilih itu lewat mimpi mereka. Dan keistimewaan itu hanya untuk para Nabi, yang lain tidak!
Saya mempercayai hal itu, hingga pada suatu ketika, mungkin satu atau dua minggu yang lalu saya mengalami kejadian aneh. Suatu malam saya mengalami dua mimpi berturut-turut dalam tidur saya. Saat pertama saya tidur malam itu, saya bermimpi bertemu dengan teman (teman? Yahh seperti itulah kami sering mengakuinya) semasa SMA. Dalam mimpi yang bersetting di halaman SMA itu, si teman lama menghampiri saya, lalu mohon pamit karena dia hendak pindah rumah. Beberapa detail dalam mimpi itu saya sudah lupa, anda pasti tahu susahnya mengingat detail-detail mimpi yang rumit, tapi yang pasti, dalam mimpi saya itu, si teman lama memohon izin karena hendak pindah rumah.
Setelah mimpi itu, saya sempat terbangun, sempat nonton TV sejenak, lalu tertidur kembali. Nah, setelah tertidur kembali, saya kembali bermimpi. Kali ini mimpinya agak lebih dramatis, saya bermimpi dikejar-kejar ayah saya yang waktu itu saya tak tahu alasannya kenapa, hingga dia seperti kesetanan mengejar-ngejar saya. Rasanya saat itu, saya muncul begitu saja dalam mimpi dan tiba-tiba saja berada dalam situasi di mana saya harus berlari mencari tempat sembunyi, sementara ayah saya berlari mengejar saya dengan kayu bakar di tangannya. Setelah mimpi itu, saya kembali terbangun, saya sempat berpikir alangkah anehnya mimpi ini, tapi saya percaya bahwa mimpi-mimpi yang aneh memang sering terjadi dalam tidur kita. Jadi, ini adalahsesuatu yang lumrah dan biasa terjadi.
Yang mengejutkan saya adalah ternyata pada hari itu juga saya mengalami dua peristiwa yang.. (apa ya bahasanya? Membekas? Dramatis? Memorable?) intinya susah saya lupakan. Pertama, pagi-pagi pas saya menelefon ayah untuk sebuah keperluan, ayah ternyata lagi marah sama saya. Ia sangat tersinggung dengan sikap saya beberapa minggu sebelumnya yang ternyata masih sangat membekas di hatinya. Selama ini ayah tak pernah bilang ke saya sebelumnya. Saking emosinya sama saya, saat bicara, ia bahkan terdengar hampir menangis. Saya merasa sangat menyesal saat itu juga, merasa bersalah, berdosa, merasa kurang ajar, tak tahu terima kasih. Di telefon, saya hanya bisa merasa bersalah dan mengutuki diri dalam hati. Ayah menutup telefonnya, sebelum saya sempat minta maaf..
Kedua, pas hari itu juga, saat saya lagi buka fesbuk, seorang teman lama (yang tadi muncul di mimpi) menyapa di chatroom. Setelah ngobrol beberapa lama, ia memberitahu saya, katanya beberapa minggu lagi mau nikah. Saya sangat terkejut, dia tak pernah bilang sebelumnya. Saya bahkan tak tahu bahwa dia punya pacar. Katanya, si lelaki itu teman waktu bimbel dulu. Waktu itu saya bilang, Alhamdulillah, semoga berbahagia, jadilah keluarga yang teduh dan semoga sukses dalam hidup.. sebelum dia offline, dia sempat bercanda, katanya sampai sekarang dia masih menunggu saya nembak. Ahh… ada-ada saja..
Saya sebenarnya tak ingin mempercayai segala takhyul dan mitos yang orang lain percayai tentang mimpi, tapi dua kejadian hari itu begitu nyata, dan semua orang yang mendengar kisah ini (walaupun saya tak pernah menceritakan kisah ini kecuali di blog ) pasti merasakan adanya kaitan antara dua mimpi saya hari itu dengan dua kejadian yang terjadi hari itu juga. Saya juga tak mungkin menyangkal kaitan ini.
Saya pernah mendengar penjelasan rasional dari seorang dosen (saya lupa siapa namanya), bahwa mimpi sebenarnya merupakan akibat dari proses penyusunan memori-memori yang ditangkap oleh otak kita. Saat kita tidur atau istrahat, otak kita menyusun kembali memori-memori yang telah direkam sepanjang hari dan memilah-milahnya ke dalam memori jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Nah.. menurut penjelasan ini, mimpi yang kita alami itu adalah efek dari aktifitas otak ini. Masalahnya adalah mimpi yang saya alami hari itu, bukanlah sesuatu yang pernah terekam dalam memori otak saya sebelumnya. Saya tak pernah tahu tentang kemarahan ayah saya sebelumnya. Dan saya juga tak pernah berkomunikasi lagi dengan si teman lama selama berbulan-bulan, saya juga tak pernah memikirkannya belakangan ini. Terakhir saya bertemu dia beberapa bulan yang lalu. Jadi, menganggap mimpi ini sama sekali hal biasa dan tak ada kaitan dengan kehidupan nyata justru terasa tak masuk akal.
Entahlah.. mimpi dan kenyataan memang berada pada dua dimensi kehidupan yang berbeda. Kita tak pernah (atau belum) benar-benar mampu menemukan benang merah antara keduanya. Tapi kadang-kadang kita tahu (sesubjektif apapun perasaan kita) bahwa ada kaitan besar (atau mungkin pesan) yang ingin disampaikan oleh mimpi kita..
Posting Komentar