minggu ini dunia dikejutkan dengan sebuah peristiwa bersejarah di Thailand. Rakyat Thailand yang dipelopori oleh Aliansi Rakyat untuk demokrasi (PAD, partai oposisi Thailand) berhasil menggulingkan pemerintah yang dipegang oleh perdana menteri Somchai. Setelah delapan hari mengepung bandar udara internasional Suvarna Bhumi dan bandar udara Dong Muang, Para demonstran akhirnya berhasil memaksa mahkamah konstitusi Thailand untuk melengserkan Perdana menteri dari kekuasaannya, sekaligus membubarkan koalisi partai berkuasa. Melihat ribuan rakyat Thailand yang berseragam kuning emas (simbol kerajaan Thailand), jadi terkenang reformasi 1998. Kapan ya, para anak muda (dengan berbagai warna almamater) bisa kumpul lg kayak begitu?
Yang menarik adalah, terlepas dari tuduhan demonstran bahwa perdana menteri dan partainya adalah kaki tangan dari perdana menteri sebelumnya (yang korup dan nepotis), sikap sang perdana mementeri ini yang tetap tenang dan menerimakeputusan mahkamah konstitusinya dengan legowo dan iwa besar. Ketika perdana menteri somchai serta seluruh pengurus partai dikenai larangan berpolitik selama 5 tahun, mereka tidak bersikap reaktif. tidak ada kata-kata perlawanan, tidak ada kata-kata menolak. Mereka tidak merasa kehilangan segalanya..
Coba dengarkan apa yang dikatakan oleh perdana menteri Somchai yang dilengserkan dari tahtanya, "Tidak masalah, saya senang tanggung jawab saya selesai, kini saya akan menjadi rakyat biasa, menjadi warga negara biasa". Inilah negarawan yang sesungguhnya, ketika mereka kehilangan jabatan, mereka tidak lantas mencak-mencak, dan berusaha mati-matian mempertahankan jabtannya. Coba bandingkan dengan apa yang terjadi di negara kita hari ini. Masih ingat ketika Presiden Gusdur begitu panik ketika diinterpelasi oleh DPR, lalu dengan seenaknya mengeluarkan dekrit membubarkan DPR? atau ketika Demonstrasi besar-besaran tahun 1998, sOeharto dengan biadab memerintahkan membubarkan mahasiswa dengan peluru?
Kedewasaan berpolitik di negeri kita betul-betul memiriskan. Budaya politik masih identik dengan kekerasan, pengerahan massa dan pembodohan. Coba lihat arena pilkada atau pemilu, mana ada pilkada atau pemilu di Indonesia yang berlangsung damai? Apa ga malu sama amerika yang setiap hari kita hujat karena katanya biadab dan tiran? Di amerika, walaupun obama dan mcCain saling serang dan saling kritik dengan keras, tapi sampai saat ini saya belum pernah mendengar ada bentrokan gara-gara pemilu di amrik, seperti yang lazim terjadi di Indonesia.
Bahkan pemilu amerika tahun ini, yang katanya rawan konflik SARA (Obama bekulit hitam, sedangkan mccain berkulit putih), sama sekali tidak ada konfilik horizontal yang terjadi. Saya bukannya mau mengatakan kita harus mencontoh AMerika , atau Thailand, ataupun negara-negar barat lainnya, tapi apa kita tidak malu, sebagai bangsa yang mengklaim dirinya bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi sopan santun?
Kita telah menjadi bangsa yang merdeka selama lebih dari 63 tahun, tapi anehnya mengapa masih banyak orang-orang di negeri ini (ironisnya lagi, mereka itu adalah oramg-orang yang dianggap sebagi pemimpin) yang belum bisa dewasa dalam berpolitik?
tanya kenapa?
Yang menarik adalah, terlepas dari tuduhan demonstran bahwa perdana menteri dan partainya adalah kaki tangan dari perdana menteri sebelumnya (yang korup dan nepotis), sikap sang perdana mementeri ini yang tetap tenang dan menerimakeputusan mahkamah konstitusinya dengan legowo dan iwa besar. Ketika perdana menteri somchai serta seluruh pengurus partai dikenai larangan berpolitik selama 5 tahun, mereka tidak bersikap reaktif. tidak ada kata-kata perlawanan, tidak ada kata-kata menolak. Mereka tidak merasa kehilangan segalanya..
Coba dengarkan apa yang dikatakan oleh perdana menteri Somchai yang dilengserkan dari tahtanya, "Tidak masalah, saya senang tanggung jawab saya selesai, kini saya akan menjadi rakyat biasa, menjadi warga negara biasa". Inilah negarawan yang sesungguhnya, ketika mereka kehilangan jabatan, mereka tidak lantas mencak-mencak, dan berusaha mati-matian mempertahankan jabtannya. Coba bandingkan dengan apa yang terjadi di negara kita hari ini. Masih ingat ketika Presiden Gusdur begitu panik ketika diinterpelasi oleh DPR, lalu dengan seenaknya mengeluarkan dekrit membubarkan DPR? atau ketika Demonstrasi besar-besaran tahun 1998, sOeharto dengan biadab memerintahkan membubarkan mahasiswa dengan peluru?
Kedewasaan berpolitik di negeri kita betul-betul memiriskan. Budaya politik masih identik dengan kekerasan, pengerahan massa dan pembodohan. Coba lihat arena pilkada atau pemilu, mana ada pilkada atau pemilu di Indonesia yang berlangsung damai? Apa ga malu sama amerika yang setiap hari kita hujat karena katanya biadab dan tiran? Di amerika, walaupun obama dan mcCain saling serang dan saling kritik dengan keras, tapi sampai saat ini saya belum pernah mendengar ada bentrokan gara-gara pemilu di amrik, seperti yang lazim terjadi di Indonesia.
Bahkan pemilu amerika tahun ini, yang katanya rawan konflik SARA (Obama bekulit hitam, sedangkan mccain berkulit putih), sama sekali tidak ada konfilik horizontal yang terjadi. Saya bukannya mau mengatakan kita harus mencontoh AMerika , atau Thailand, ataupun negara-negar barat lainnya, tapi apa kita tidak malu, sebagai bangsa yang mengklaim dirinya bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi sopan santun?
Kita telah menjadi bangsa yang merdeka selama lebih dari 63 tahun, tapi anehnya mengapa masih banyak orang-orang di negeri ini (ironisnya lagi, mereka itu adalah oramg-orang yang dianggap sebagi pemimpin) yang belum bisa dewasa dalam berpolitik?
tanya kenapa?
Posting Komentar