Neil Amstrong, Apollo, dan Modernitas

Beberapa hari yang lalu, dunia (atau mungkin sebagian besar dunia barat) berkabung. salah satu manusia yang paling sering disebut namanya dalam catatan sejarah manusia modern, meninggal. Neil Amstrong, manusia pertama yang menginjakkan kakinya di bulan, meninggal di usia 82 tahun akibat komplikasi kanker yang dideritanya. Dunia mengenang Neil Amstrong sebagai pemimpin misi Apollo 11, misi ambisius ruang angkasa Amerika Serikat, untuk menjadi bangsa yang pertama kali menjejakkan langkah di bulan. Melalui gambar hitam putih berbintik-bintik yang disiarkan ke jutaan saluran televisi dan radio di seluruh dunia, Amerika Serikat mengirimkan pesan, Inilah kami, bangsa yang telah menaklukkan bulan. Lihatlah bendera bangsa siapa yang berkibar di sana. Misi Apollo, sebuah megaproyek penjelajahan luar angkasa Amerika serikat di era perang dingin, mungkin akan dianggap sebagai sebuah pencapaian yang luar biasa bagi manusia. Di tengah-tengah perlombaan senjata, persaingan berebut pengaruh dan paham, persaingan merebut ladang minyak dan daerah kekuasaan, dua Negara adidaya di era 40-an, Rusia dan Amerika Serikat berebut pengaruh melalui pencapaian menembus luar angkasa. Amerika Serikat melalui misi Apollo dan Rusia melalui misi Sputnik. Dan dalam persaingan itu, Amerika Serikat mungkin keluar sebagai pemenang. Jauh sebelum Francis Fukuyama menulis The End of History, Amerika Serikat telah menahbiskan diri sebagai bangsa yang menaklukkan bulan pertama kali. Apa yang telah dicapai oleh misi Apollo Amerika Serikat, terlepas dari sumbangsih yang telah diberikannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan manusia, mungkin adalah gambaran sempurna dari apa yang kita sebut sebagai modernitas. Perpaduan dari rasa tak pernah puas manusia, pemanfaatan ilmu pengetahuan seluas-luasnya, lalu diwarnai persaingan yang tak kenal ampun dan sikap cuek yang kental terhadap dunia sekitar. Modernitas mungkin adalah buah simalakama bagi sejarah dan masa depan umat manusia. Sepanjang sejarah, modernitas telah terbukti berperan penting dalam perkembangan pengetahuan, perkembangan ekonomi, dan perkembangan kebudayaan manusia. Modernitas lah yang membawa Christophorus Columbus menemukan benua baru yang penuh harapan (Amerika), modernitas lah yang membawa Eropa ke masa revolusi industri, sebuah perubahan radikal bagi cara hidup kita hingga hari ini, modernitas lah yang menjadikan kita bisa mengerjakan tugas kuliah di laptop, sambil menelefon teman kita yang di surabaya, sambil menonton pertandingan sepakbola langsung dari London, di waktu yang bersamaan. Kita mungkin tak mampu membayangkan bagaimana cara kita menjalani hidup tanpa modernitas. Tapi di sisi lain, modernitas juga menciptakan kesenjangan, menciptakan manusia-manusia serakah yang menjelma menjadi monster, menciptakan orang-orang yang kalah dan tersingkir, menciptakan kerusakan dan degradasi kualitas bumi. Maka benarlah, saat Neil Amstrong mengatakan “ini mungkin sebuah langkah kecil bagi manusia, tapi sebuah lompatan raksasa bagi kemanusiaan”. Kita telah jauh melangkah. Kita telah memasuki sebuah dunia baru yang tak sepenuhnya kita mengerti. Kita telah memasuki dunia baru yang tak bisa sepenuhnya kita kendalikan. Di satu sisi, dunia kita yang disesaki teknologi itu banyak membantu kita, tapi di sisi lain, kita sadar (atau mungkin juga belum), bahwa banyak hal dari kehidupan kita yang telah digerus oleh teknologi.
Hari ini, Amerika Serikat telah menghentikan misi Apollo dan eksplorasi bulannya. Amerika serikat akan memfokuskan misi luar angkasanya pada misi “menemukan tanda-tanda kehidupan” di planet mars. Semoga kita tak sedang sibuk mencari kehidupan lain di luar sana, namun melupakan sebuah “kehidupan” yang kita jalani saat ini. Di sini. Hari ini.
1 Response
  1. Marchel Hadi Says:

    Terima kasih sob atas infonya...