Kesibukan profesi: merampas semua waktu kita?

Judulnya memang agak sedikit provokatif (anak muda sekarang bilangnya lebay), tapi jujur saja saya sering memikirkan hal ini. Di sela-sela kesibukan sehari-hari, saya sering berpikir suatu saat nanti, ketika saya telah mencapai fase di mana kesibukan sebagai seorang calon dokter ataupun kesibukan sebagai seorang dokter mencapai masa di mana kesibukan itu benar-benar menghabiskan waktu saya yang hanya 24 jam itu, apakah saya masih punya sedikit waktu untuk diluangkan membaca buku-buku (buku-buku apa saja, selain buku kedokteran), membaca surat kabar, dan menonton film, seperti yang selama ini saya lakukan?

Selama ini, di tengah-tengah kesibukan (sebenarnya memang tak cocok disebut sebagai kesibukan, karena memang tak sibuk-sibuk amat) sebagai seorang mahasiswa kedokteran di sebuah perguruan tinggi negeri di Makassar, saya selalu punya waktu yang bisa saya habiskan dengan membaca buku, membaca artikel-artikel menarik di surat kabar, atau menonton film-film menarik. Saya memang tak punya jadwal khusus untk melakukan semua kegiatan itu, tapi yang pasti, selalu saja ada waktu kosong yang bisa saya gunakan. Di tengah-tengah waktu belajar, ketika saya dilanda kebosanan membaca buku-buku kuliah, atau di tengah siang, saat lagi mengantuk berat mendengarkan penjelasan dosen di ruang kuliah, saya sering gunakan waktu itu untuk membaca novel, mebaca buku-buku filsafat, atau buku-buku sosial budaya atau kalau lagi malas baca buku saya memilih nonton film. Di tengah malam, saat lagi tak bisa tdur, saya sering buka catatan teman-teman di fesbuk atau blog mereka yang berisi puisi-puisi terbaru, atau saya nonton film. Pagi-pagi saat lagi malas masuk kuliah pagi, atau sabtu dan minggu pagi sebelum ke kampus (ahh… selalu saja ada hal yang harus dikerjakan di kampus, saat orang harusnya libur) saya sering gunakan waktu itu untuk baca artikel-artikel menarik di kompas atau sindo.

Tak lama lagi, saya mungkin akan menyelesaikan pendidikan preklinik di fakultas ini. Itu berarti bahwa saya akan memasuki fase-fase tersibuk dalam kehidupan saya sebagai calon dokter.Semua orang tahu, bagaimana sibuk dan sulitnya kehidupan coass di rumah sakit. Harus dinas tiap pagi di rumah sakit (anda harus datang tepat waktu, tak bisa nitip absen karena mahasiswa yang dinas cuma belasan orang, beda dengan semasa kuliah yang satu ruangan bisa berisi ratusan orang), setelah dinas, harus tugas jaga lagi (tentu saja anda harus jaga, karena keselamatan pasien di rumah sakit terletak pada coass yang jaga waktu itu), di sela-sela dinas dan tugas jaga itu anda harus pintar-pintar membagi waktu, antara mengerjakan referat (semacam ulasan ilmiah tentang suatu topic penyakit tertentu) yang sangat panjang, waktu untuk istrahat, dan waktu untuk belajar buat persiapan ujian yang susahnya minta ampun. Walaupun kesibukan di tiap-tiap bagian selama coass berbeda-beda, tapi secara umum, seperti itulah prosesnya. Intinya sibuk!!

Setelah lulus? Apalagi!!Setelah melewati masa koass, harus belajar intensif buat persiapan uji kompetensi yang terkenal super-susah. setelah lulus uji kompetensi , kesibukan kita tergantung jenjang karir dan profesi yang kita pilih, yang memilih jadi klinisi mungkin akan sibuk buat jaga di klinik-klinik, atau sibuk jadi dokter di puskesmas atau rumah sakit milik pemerintah, yang memilih jadi dosen, mungkin sibuk dengan profesi barunya sebagai tenaga pengajar dan tenaga bantuan umum (yahh… anda tahulah dosen baru biasanya juga merangkap jadi tukang suruh-suruh dosen yang lebih senior). Sekarang lebih parah lagi, aturan baru untuk lulusan dokter sekarang, setelah lulus uji kompetensi harus magang di rumah sakit daerah dan puskesmas selamaminimal satu tahun. Sangat sibuk, bukan??

Pikiran dan ketakutan ini seringkali mengganggu pikiran saya, karena bagi saya, membaca buku-buku (novel, kumpulan cerpen, puisi, filsafat, sosial politik, budaya, bahkan komik sekalipun) serta nonton film itu bukan hanya tentang penyaluran hobi dan kegemaran. Lebih dari itu, membaca, tanpa disadari merupakan bagian dari pembentukan karakter kita. Terbiasa mebaca berbagai macam buku, menonton berbagai jenis film (kecuali film-film porno, itu tak dianjurkan sama sekali) bukan hanya memperluas wawasan dan khasanah pengetahuan kita, tapi juga merupakan elemen yangmempengaruhi cara berpikir kita, mempengaruhi tingkat kedewasaan kita. Dan ketika kelak kesibukan profesi ini mengambil waktu kita, saya ragu apakah kita masih punya waktu untuk mengisi otak kita dengan berbagai bacaan di luar bacaan medis. Seperti tubuh, pikiran kita juga perlu nutrisi, dan seperti yang saya pelajari, jika ingin sehat, nutrisi itu harus cukup dan seimbang takarannya.

Kita lihat saja nanti, semoga kenyataannya tak seperti yang saya takutkan. Semoga pikiran ini hanyalah perasaan-perasaan paranoid yang hadir begitu saja saat menyaksikan teman-teman lain yang sudah memasuki fase kehidupan kliniknya, yang sepertinya memang punya jadwal super-sibuk! Entahlah.. kita lihat saja nanti..
2 Responses
  1. Anonim Says:

    hm...
    jalan2 saja, deh..


  2. Unknown Says:

    Numpang Backlink Gan,..