Perdebatan tentang NDP; Perdebatan yang Kekanak-kanakan

Dalam dua tahun belakangan ini, ada sebuah hal menarik yang menjadi isu besar dalam dinamika permasalahan internal Himpunan Mahasiswa Islam (HmI), yaitu perdebatan tentang Nilai Dasar Perjuangan. Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa perdebatan ini dimulai sejak disahkannya NDP baru di kongres HmI ke 26 di Makassar (makanya sering juga disebut sebagai NDP Makassar). Disebut baru, karena NDP ini merupakan pertama kalinya materi-materi NDP yang diajarkan di seluruh Indonesia diubah, sejak NDP ini pertama kali dirumuskan oleh Nurkholish Madjid (Cak Nur) pada tahun 1969. Pasca pengesahan penggunaan NDP baru ini sebagai dasar pengkaderan HmI menggantikan NDP versi Cak Nur (atau sering disebut sebagai NDP lama) rausan cabang yang ada di seluruh Indonesia terbelah dua, antara menggunakan NDP baru versi kongres Makassar dengan yang tetap menggunakan NDP lama.

Perdebatan tentang NDP mana yang digunakan dalam kegiatan-kegaiatan pengkaderan HmI ini berlangsung alot dan berlarut-larut dalam dua tahun belakangan. Mulai dari perdebatan warung kopi ala anak-anak HmI, menjadi bahan diskusi di forum-forum basic training hingga menjadi wacana panas yang bergulir pra-kongres.

Memang perbedaan pandangan dan pendapat dalam tradisi HmI bukanlah hal yang tabu dan janggal, bahkan budaya pluralitas dan perbedaan pandangan ini sendiri merupakan sebuah ciri khas sendiri bagi puluhan tahun pengalaman hidup HMI. Namun saya melihat bahwa ada yang salah dalam perdebatan tentang dualisme NDP di tubuh HmI selama ini. Perdebatan tentang NDP yang saya lihat cenderung mengarah pada perdebatan yang tidak substantif. Mengapa saya katakan tidak substantif, karena argumentasi-argumentasi yang sering muncul dalam perdebatan NDP bukanlah argumentasi yang menjelaskan tentang materi NDP yang berusaha dipertahankan oleh masing-masing pihak, melainkan argumentasi yang berusaha menyerang kelemahan NDP lain. Parahnya, saya melihat ada kecenderungan bahwa yang diserang dari NDP lain itu bukanlah isi NDP nya melainkan proses penyusunan NDP nya.

Coba kita perhatikan, Pihak yang mendukung NDP lama menyerang NDP baru karena proses penyusunannya yang katanya sangat tidak konstitusional, karena legalitas tim 8 sebagai penyusun naskah NDP tidak pernah diakui, Selain itu tim penyusunnya waktu itu dipengaruhi oleh pemikiran tunggal Arianto Ahmad yang disebut-sebaut sebagai pencetus ide NDP baru. Jika anda pernah membaca laporan hasil kerja tim sembilan (tim yang dibentuk oleh Pengurus Besar HmI untuk memverivikasi keabsahan NDP) serta naskah NDP yang dikirim ke seluruh cabang, maka kita bisa melihat bahwa argumentasi diberikan oleh Pengurus Besar (PB) HmI (yang belakangan menyatakan kembali ke NDP lama versi Cak Nur) merupakan penghakiman-penghakiman atas proses penyusunannya.

Di lain pihak, para pendukung NDP baru juga cenderung terjebak dalam perdebatan kekanak-kanakan ini dengan menyerang pemikiran Cak Nur sewaktu penyusunan NDP lama yang katanya banyak dipengaruhi oleh perjalanannya ke Amerika dan Timur Tengah.
Kenyataan ini diperparah dengan sikap tidak dewasa yang turut dipertontonkan oleh kader-kader HmI dalam polemik NDP ini. Sikap arogan dan merasa benar sendiri merupakan hal yang lumrah kita temui dalam perdebatan-perdebatan tentang NDP. Beberapa forum ilmiah yang harusnya bisa menjadi tempat dialog dan mempertemukan pendapat, berakhir tanpa menghasilkan apa-apa karena masing-masing pihak tidak dewasa dalam memandang permasalahan ini. Tokoh-tokoh dan sesepuh HmI yang harusnya bisa menunjukkan sikap dewasa dalam perdebatan ini juga malah ikut-ikutan menunjukkan arogansi intelektualnya, bahkan dalam beberapa hal menunjukkan taqlid buta dan pengagungan berlebihan terhadap Cak Nur.

Harusnya, perdebatan-perdebatan tentang NDP ini tidak dibawa ke perdebatan kusir yang tak kunjung usai melainkan dibawa ke forum-forum yang ilmah. Tapi tentu saja, menyediakan forum ilmiah juga tak akan pernah menyelesaikan masalah jika tak dibarengi dengan kedewasaan kader HmI dalam memandang persoalan ini. Bagi yang mendukung NDP lama versi kongres Makassar, silahkan ajukan rasionalisasi di forum ini secara ilmiah, jangan menutup diri terhadap perubahan, bukankah Cak Nur sendiri pernah bilang bahwa NDP hanyalah tafsiran beliau terhadap ajaran agama Islam yang selalu terbuka untuk dikritik dan diperbaiki. Yang mendukung NDP baru juga silahkan ajukan argumentasi dan berhenti memojokkan Cak Nur. Semua pihak juga harus berupaya persoalan NDP ini tidak dibawa ke ranah-ranah politis. Bagi para senior-senior HmI, juga harus menunjukkan kebijaksanaan dan keluasan cara berpikir, karena arogansi intelektual hanya akan membuat kita ditertawakan. Bukankah selama ini kader-kader HmI selalu mengklaim diri sebagai manusia-manusia intelektual, yang selalu bepikir inklusif dan dinamis?

Terakhir, saya ingin menyitir pendapat salah seorang pengurus PB HmI (saya lupa namanya) terkait dengan dualisme NDP ini. Beliau bilang, Jika kita ingin menyelesaikan masalah NDP ini secara serius, singkirkan NDP Cak Nur, singkirkan NDP Makassar, mari susun NDP baru. Mari melangkah maju, jangan mundur ke belekang.
2 Responses
  1. Faiz Marzuki Says:

    belajarlah dengan kader HMI-MPO,,


  2. saya sering mencoba mencari kader hmi mpo d kampus. saya mau mencoba diskusi dan belajar dari mereka, tapi kayaknya susah menemukannya..