The Footprints of God, novel scifi yang sangat filsafat

Berhari-hari tinggal di posko dengan aktifitas yang sedikit lowong ternyata tak melulu membosankan dan tidak produktif. Saya akhirnya punya waktu untuk menyelesaikan buku-buku yang tak pernah selesai saya baca sebelumnya, punya waktu untuk menonton film-film yang hanya saya dengar ceritanya dari teman-teman tanpa pernah punya waktu untuk nonton (pasti sudah riuh koor “sokk sibuuukkk”).

Makanya, pas ada kesempatan buat pulang ke makassar satu hari, buat menemani pak desa mengantar ibunya buat periksa mata di orbita, pas pulang saya bawa beberapa buku di rumah untuk dihabiskan selama KKN. Plus copy paste koleksi film (bukan film yang bukan-bukan) dari teman-teman, jadi saya punya aktifitas untuk dilakukan di kamar. Tentu saja, aktifitas membaca buku dan nonton sendirian itu punya konsekuensinya sendiri. setelah dua hari berkutat dengan buku-buku dan film-film terus, teman-teman jadi punya bahan ledekan ke saya dengan kata-kata yang sepertinya tidak asing:AUTIS!!! ahhhh kaya’ tong kalian tidak, teman-teman...

Salah satu buku yang selama ini tak pernah saya habiskan di kampus, dan selama di lokasi KKN akhirnya bisa saya selesaikan dalam dua hari satu malam adalah THE FOOTPRINTS OF GOD, sebuah novel scifi karangan GREG ILES (sudahlah, tak usah sok kenal dengan bilang “sepertinya saya pernah dengar namanya”)

Ceritanya sebenarnya biasa. Seperti sering diangkat di novel scifi lainnya, idenya adalah usaha sekelompok ilmuwan menciptakan super-komputer cerdas yang memiliki intelegensi artifisial. Yang kemudian setelah diciptakan, komputer super cerdas ini berusaha mengontrol dan menguasai manusia. Sangat klasik bukan? Tapi, yang menjadikan novel ini berbeda dari novel-novel scifi lainnya adalah, penulis mampu mengincludekan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang esensi kehidupan manusia dan perdebatan tentang Ke-tuhan-an dalam konflik yang dibangun dalam cerita ini. Bahkan pertanyaan mendasar tentang Ke-tuhan-an ini tak sekedar menjadi bumbu pelengkap dalam cerita tapi juustru menjadi elemen dasar yang membangun cerita ini.

Harus diakui, wawasan Greg Iles, sang penulis, tentang dunia kedokteran klinis, fisika teoritik sungguh sangat luas dan membuat novel ini begitu hidup. Tapi yang menjadikan novel ini lebih luar biasa lagi adalah ide Greg tentang tujuan dan hakikat penciptaan. Menggunakan pendekatan fisika quantum untuk menjelaskan Tujuan Besar kelahiran alam semesta, Greg berhasil menyajikannya dengan menarik. Jika diperhatikan mungkin ide-ide Greg banyak terinspirasi dari pemikiran-pemikiran Nietzche, dan Deepak Chopra.

Bagi anda yang penggemar novel scifi, buku ini sangat saya rekomendasikan, utamanya lagi bagi teman-teman yang lagi KKN dan kekeurangan pekerjaan.

Arungkeke, 27 juli 2010
baca tulisan ini lebih jauh

KKN=liburan yang ada SKS nya...

Akhirnya kembali bisa posting lagi, setelah hampir sebulan ini terjebak di posko KKN. Terjebak dalam rutinitas posko desa Arungkeke kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto (sudah lengkap sekali mi toh?)

Pertama –tama datang ke lokasi KKN, (apalagi KKN profesi kesehatan), saya berpikir bahwa hari-hari KKN sangat sibuk dan melelahkan (ditambah lagi komentar-komentar senior tahun lalu pasca KKN yang entah memang sangat melelahkan ataukah sedikit dilebih-lebihkan)

Dua tiga hari tinggal di lokasi KKN, mulai ada yang terasa salah dalam rutinitas KKN ini. Mungkin orang-orang di sekitar saya yang malas atau memang kondisi KKN selalu seperti ini. KKN terasa seperti liburan panjang di kampung orang. Berkunjung ke posko-posko lain di jeneponto, ternyata teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama.

Entahlah (pengalaman dan pengetahuan saya terlalu dangkal untuk menyimpulkan), tapi begitu lowongnya kegiatan KKN, kebingungan peserta KKN dalam menyusun dan menjalankan program kerja sedikit menandakan bahwa konsep Kuliah melalui kerja nyata di lapangan yang selama ini kita jalankan bertahun-tahun butuh ditinjau ulang kembali.

Arungkeke, 14 Juli 2010
baca tulisan ini lebih jauh