Subuh hari sambil sahur saya sempat nonton Arsenal bermain di liga cahampions melawan Glasgow celtics. Luar biasa! Arsenal dengan pemain-pemain mudanya (rata-rata usia pemain Arsenal yang diturunkan malam tadi 23 tahun!)berhasil menunjukkan sebuah pertunujkan sepabola (saya lebih suka menganggapnya sebagai pertunjukan, untuk membedakannya dengan permainan sepakbola ala indonesia yang sereing kita lihat di TIVI yang kita sebut dngan pertndingan).
Arsenal memamg bersinar awal musim ini. sempat diragukan untuk bersaing di papan atas liga Inggris dan liga champions setelah kehilangan dua pilarnya musim lalu, Emanuel Adebayor dan Kolo Toure yang pindah ke manchester City, Arsenal malah enunjukkan penampilan luar biasa di awal musim. beberapa pengamat yang sempat memprediksi posisi Arsenal sebagai bagian dari Big Four Liga inggris (empat tim papan atas liga inggris, bersama dengan Manchester United, Liverpool dan Chelsea) bakal digusur oleh manchester City yang jor-joran beli pemain hebat di bursa transfer, justru berbalik menjagokan arsenal sebagai kandidat jaura Liga Inggris tahun ini.
Sebenarnya apa yang dimiliki oleh sekelompok anak muda dari London Utara ini shingga mampu meraih hasil yang begitu cemerlang (setidaknya) di awal musim? Padahal Banyak orang yang masih menyangsikan jika young guns arsenal semacam Ramsey,Walcott, Denilson, Diaby, Clichy, Song, wilshere, bendtner yang miskin pengalaman mampu melewati hadangan lawan-lawan di Liga Inggris dan Liga Champions. Kapten Arsenal, Fabregas bahkan masih berumur 24 tahun, kapten termuda yang pernah memimpin Arsena
Kecemerlangan Arsenal dalam bermain di Liga inggris menjadi sebuah contoh betapa anak muda, betappun miskin pengalamnnya mereka berhak untuk diberi kepercayaan. Ketika banyak fans Arsenal mengecam kebijakan manajer Arsenal, Arsene Wenger yang menjual "aset" penting mereka (adebayor dan Toure) dan hanya mendatangkan Thomas Vermaelen dari Ajax Amsterdam (itupun bukan pemain bintang), Arsene Wenger dengan tegas mengatakan bahwa dia lebih bangga bermain dengan para anak muda yang bermain untuk sepakbola dengan penuh semangat bukan karena uang!" Saya lebih percaya pada semangat para anak muda ini, dibanding dengan kekuatan uang yang klub lain miliki!", katanya.
Waktunya anak muda diberi kepercayaan, bahwa mereka berhak untuk membuktikan kemampuan mereka. Jika kita mau melihat dua tahun terakhir, klub-klub yang berjaya baik di liga domestik maupun di Liga Champions adalah klub-klub yang berhasil mengembangkan kemampuan para pemain muda yang mereka miliki. Selain arsenal, masih ada Manchester United, Barcelona, dan atletico Madrid yang berhasil megembangkan talenta-talenta muda yang mereka miliki untuk meraih prestasi.
Sebaliknya, klub-klub yang mengandalkan nama-nama bintang untuk meraih prestasi seperti kehilangan kekuatannya. Lihat saja klub-klub semacam AC Milan di Italia, yang berjaya di era 90-an hingga 2005 tak mampu berkembang karena lambatnya regenerasi di skuad intinya. Yang paling teranyar, Bayern Muenchen di Jerman yang selama beberapa tahun terakhir menjadi penguasa tunggal di Bundesliga kalah bersaing dari Wolfsubrg, klub tak terkenal yang mengandalkan pemain-pemain muda. Bahkan Bayern harus rela berada di bawah klub semacam Werder Bremen dan Hamburg Sv yang berhasil meremajakan skuadnya dengan memanfaatkan para skuad muda.
Yang menjadikan para pemain muda di klub-klub ini bisa berkembang bukan hanya semangat mereka untuk menunjukkan yang terbaik, namun juga kemauan keras mereka untuk belajar. Tentu saja ini berbeda ketika tim-tim kaya merekrut pemain-pemain bintang untuk membeli prestasi. Para pemain bintang cenderung bermain selfish di lapangan. Mungkin hal ini yang menjadikan pemain sekelas Ronaldinho, Cristiano Ronaldo, Ruud Van Nistelroy, Luis Figo atau Arjen Robben, dan Andriy Shevchenko tak mampu berbuat banyak ketika bermain di klub yang bertabur bintang.
Tentunya, kita juga tak boleh menafikan pentingnya pengalaman-pengalaman orang tua. Kita tentu butuh pengalaman itu untuk mengajari kita, para anak muda, yang sering kebablasan dan tak konsisten. Peran itulah yang dijalankan dengan sempurna oleh William Gallas di Arsenal. Di umurnya yang sudah menginjak 32 tahun, Gallas mampu menjadi mentor yang baik bagi junior-juniornya di Arsenal. Mampu menjadi motivator ketika , fabregas dkk kehilangan semangat, menjadi pengingat ketika menuai kemenangan, serta menjadi pengontrol emosi bagi para pemain muda yang emosinya masih labil.
Dari arsenal, kita bisa percaya satu hal: Waktunya anak muda berkarya, membuktikan potensi besar yang mereka miliki.
IN YOUNG GUNS WE TRUST!