Dengan apa kita harus membayar tangisan bayi dan rengekan manja di pagi hari?

kita tahu bahwa kita pernah punya rumah. rumah kita yang kini telah menjadi kuburan. kuburan dengan tembok setebal dua belas inci, tivi layar lebar, kursi dari kayu jati, lantai berkilat, dan kelap-kelip lampu.
lalu kita pura-pura menghidupinya dengan wangi anggrek
dengan tangis bayi dan rengekan manja

tapi dengan apa kita harus membayar anggrek yang mekar tiap tanggal lima belas bulan desember yang menempel di depan pintu
dengan kunci laci meja kerja yang berisi tumpukan map berwarna merah muda dan biru tua?

dengan apa kita harus membayar tangis bayi dan rengekan manja ingin dipeluk dan ciuman hangat mengepul di pagi hari?
apakah tembok-tembok beton yaang meingkar berpuluh-puluh kilometer yang kita hidupi dengan ritual-ritual abad modern mampu memberi ciuman hangat di pagi hari dan rengekan manja itu?
atau sekedar secangkir teh hangat yang kita cicipi dengan tertawa?

maka menabunglah untuk mendapatkan sepotong malam yang akan kita lewati malam ini saja. karena bagian kita memang hanyalah yang tinggal sepotong itu. malam-malam yang lain telah dihisap oleh bau keringat dari baju kerjamu, bising dan bau bensin di jalanan, dan berkas-berkas setebal delapan centi...
0 Responses