Dengan apa kita harus membayar tangisan bayi dan rengekan manja di pagi hari?

kita tahu bahwa kita pernah punya rumah. rumah kita yang kini telah menjadi kuburan. kuburan dengan tembok setebal dua belas inci, tivi layar lebar, kursi dari kayu jati, lantai berkilat, dan kelap-kelip lampu.
lalu kita pura-pura menghidupinya dengan wangi anggrek
dengan tangis bayi dan rengekan manja

tapi dengan apa kita harus membayar anggrek yang mekar tiap tanggal lima belas bulan desember yang menempel di depan pintu
dengan kunci laci meja kerja yang berisi tumpukan map berwarna merah muda dan biru tua?

dengan apa kita harus membayar tangis bayi dan rengekan manja ingin dipeluk dan ciuman hangat mengepul di pagi hari?
apakah tembok-tembok beton yaang meingkar berpuluh-puluh kilometer yang kita hidupi dengan ritual-ritual abad modern mampu memberi ciuman hangat di pagi hari dan rengekan manja itu?
atau sekedar secangkir teh hangat yang kita cicipi dengan tertawa?

maka menabunglah untuk mendapatkan sepotong malam yang akan kita lewati malam ini saja. karena bagian kita memang hanyalah yang tinggal sepotong itu. malam-malam yang lain telah dihisap oleh bau keringat dari baju kerjamu, bising dan bau bensin di jalanan, dan berkas-berkas setebal delapan centi...
baca tulisan ini lebih jauh

Tumbuhnya neososialisme dan semakin derasnya arus kapitalisasi dunia ketiga

Belakangan ini pemikiran neososilaisme berkembang cukup pesat di Indonesia. Indikatornya, dapat kita lihat di berbagi rubrik opini majalah dan surat kabar tulisan-tulisan yang berbau “kiri” tumbuh subur. Di lingkar-lingkar diskusi kampus pemahaman kiri juga menjadi isu yang hangat diperbincangkan.
Ada berbagai alsan mengapa pemikiran kiri neososialisme tumbuh subur di Indonesia.

Yang pertama adalah sejak runtuhnya orde baru, paham-paham kiri diberi jalan yang lebih longgar untuk tumbuh dan berkembang. Andai kita masih berada di bawah rezim soeharto, maka jangan berharap tulisan-tuliaan yang berbau sosialis progresif bisa numpang di surat kabar. Bisa-bisa surat kabar atau majalah yang menerbitkannya dibredel layaknya Koran tempo.

Yang kedua adalah tampilnya ke permukaan Negara-negara yang dianggap pemegang teguh garis perjuangan sosialis. Mereka itu (terutama) adalah Negara-negara di kawasan amerika latin seperti Bolivia, Venezuela,chile, dan Negara-negara asia seperti iran dan China. Ketika Republik soviet runtuh di tahun 90an, kaum sosialis merasa kehilangan payung kuat untuk menghadang laju amerika dan Negara-negara kuat kapitalis. Komunis dianggap hancur dan tidak punya lagi masa depan. Penganut paham sosialis pun hidup dalam tekanan dan menunggu kebangkitan neososialisme. Maka ketika mao ze dong muncul di China (yang kemudian diteruskan oleh wen jia bao), penganut sosialis di kawasan Asia timur dan tenggara merasa memiliki pemimpin baru. di iran Mahmoud Ahmadinejad berhasil mengobarkan semangat anti amerika di kawasan asia tengah dan asia barat. Pun Hugo Chavez, Simon Bolivar, Fidel Castro, hingga Ernesto Guevara berhasil menggemakan semangat anti Amerika di seantero Amerika Latin. gerakan-gerakan sosialis tanpa dikomando bangkit kembali karena seperti mendapatkan semangat baru.

Yang ketiga dalah adanya perasaan senasib bangsa-bangsa dunia ketiga yang merasa terzalimi dan menjadi korban eksploitasi amerika. Perasaan senasib sepenanggungan ini bahkan melahirkan semboyan “musuh dari musuhku adalah kawanku”. Ketika Negara-negara di asia afrika merasa tereksploitasi oleh arogansi amerika , mka masyarakat di dunia ketiga merasa satu musuh dengan sosialisme yang memang sejak awal menjadi mainstream perlawanan terhadap amerika dan kapitalismenya.

Bahkan dengan alasan kesamaan nasib ini, belakangan muncul paham sosialis religius di kalangan aktifis pergerakan di kawasan Asia. Sosialis religius (sering disingkat SosRe) berusaha menjadi poros tengah diantara paham sosialis dan Religius untuk sama-sama membendung arus kapitalisasi dunia ketiga. Di Indonesia dapat kita lihat pergerakan beberapa anak muda Katholik progresif dan Islam progresif di kota-kota besar seperti Makassar, semarang, Surabaya dan Solo.

Saat ini, ketika arus globalisasi dan dan kapitalisasi begitu deras menghegemoni semua lini kehidupan masyarakat dunia ketiga, sangat terbuka peluang bagi paham neososialisme untuk tumbuh pesat dan menjadi arus utama perlawanan terhadap kapitalisme. Menarik untuk ditunggu sejauh mana pergerakan neososialisme mampu menjadi arus utama pergerakan pemuda kita.…
baca tulisan ini lebih jauh

mayarakat yang teralienasi

Masyarakat dunia ketiga hari ini berada pada sebuah zaman yang mengalami disorientasi makna hidup. Makna hidup yang seharusnya menajdi pondasi baik secara ideologis maupun praktis seluruh pergerakan sosial tidak ada lagi.

Percepatan perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat (pada masyarakat dunia ketiga, akselerasi percepatannya tidak seimbang dengan proses adaptasi dan persiapan struktur mental masyarakat, baik struktur dan mentalitas kultural, struktur dan mentalitas emosi, maupun struktur dan mentalitas inteleknya) tidak ditopang dan diwadahi oleh paradigma dan mentalitas yang sejenis. Sehingga, daya kritis masyarakat terhadap budaya yang masuk khususnya sains dan teknomologi barat modern sangat lemah. Karena tidak tersedianya wadah yang bisa menopangnya, maka struktur dan mentalitas kebudayaan barat modern diadaptasi tanpa mengalami kritik dan penyaringan yang berarti. Agamawan yang melihat fenomena tersebut hanya bisa memberikan fatwa dogmatis, tanpa bisa memberika jalan keluar yang berarti. Ketika itu, masyarakat muda modern di dunia ketiga (khususnya di Indonesia) mengalami kompleksitas ketersekatan budaya, baik dari budayanya sendiri maupun dari kebudayaan barat modern, karena meraka hanya pemakai (konsumen) pasif kebudayaan barat, tanpa memiliki dan mengalami proses internalisasi dengan kebudayan modern tersebut.

Kondisi inilah yang sesungguh-sungguhnya kondisi individu (masyarakat) yang teralienasi dari dirinya sendiri, baik secara internal maupun eksternal. Maka wajar bila kehidupan merak tidak lagi memiliki makna atau nilai yang bisa dibanggakan, mereka mengalami anomi absolut. Maka, muncullah fenomena sosial yang memiliki kecenderungan “pesimistik”. Rasa prustasi dalam menjalani kehidupan, dan underestimate terhadap budaya lokal. Lebih dari itu, didukung oleh kondisi real bangsa Indonesia yang sedang mengalami kolep, muncul pula ketidak percayaan pada pemerintah, sistem sosial, dan lain sebagainya. Tidak ada lagi yang bisa ia percayai, hatta dirinya sendiri. Maka kolusi terjadi di berbagai sudut kehidupan masyarakat.

Sikap pesimistik, rasa prustasi, dan sikap underestimate, kehilangan kepercayaan telah melahirkan kecenderungan anarkis. Muncullah anggapan, tidak ada sistem bahkan hukum yang bisa menyelesaikan persoalan kehidupan masyarakat (negara), termasuk masalah yang dihadapinya, kecuali melalui proses kekerasan, anarkisme.
baca tulisan ini lebih jauh

Fundamentalisme dan keterasingan manusia

Mendiskusikan fenomena fundamentalisme belakangan ini, utamanya di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat-sangat sensitif. keseleo bicara sedikit saja, akibatnya bisa sangat fatal. Sedikit salah bicara akan menimbulkan gejolak kontroversif, salah-salah malah akan menimbulkan mispersepsi pemahaman agama. Beberapa tahun belakangan, utamanya sejak runtuhnya orde baru, fundamentalisme, uatamanya fundamentalisme keagamaan, menurut pengamat, tumbuh subur di Indonesia. Beberapa peristiwa kemarin, yang melibatkan kelompok keagamaan tertentu, menjadi isu hangat di media-media nasional. Peristiwa-peristiwa tersebut dihubungkan dengan merebaknya gejla fundamentalisme agama di masyarakat.

Ya, diskusi tentang fundamentalisme memang sangat dekat dengan dialog keberagamaan, karena fundamentalisme-walaupun praktiknya tidak hanya terbatas pada masalah-maslah keagamaan- namun paling banyak menyerempet masalah agama. Sebenarnya apa yang menyebabkan fundamentalisme itu bisa tumbuh subur di Indonesia? dana mengapa fundamentalisme cenderung dikaitkan dengan kelompok agama tertentu?

Menurut Karen Armstrong, dalam bukunya war for god, fundamentalisme lahir akibat dari badai modernitas dan globalisasi yang agresif sehingga memporak-porandakan pemahaman dunia lama agama-agama. Modernitas dan globalisasi bekerja dengan begitu cepat, menciptakan jurang sosial, ekonomi, dan sosial yang dalam, serta melahirkan ketimpangan yang menyakitkan. Hal ini menyebabkan manusia-manusia yang hidup di abad modern merasa terasing (teralienasi) dari dunia mereka, dan satu-satunya tempat dimana mereka bisa menemukan tempat pelarian dari gerusan modernitas yang agresif adalah agama.

Di Indonesia, memang yang paling kentara, adalah fundamentalisme islam, padahal sebenarnya fundamentalisme ada dalam semua agama. Fundamentalisme juga ada dalam agama kristen, katholik, hindu, budha, bahkan dalam kepercayaan primitif animisme sekalipun. Yang menjadi masalah adalah selama ini kita hanya menghakimi orang-orang yang kita sebut "fundamentalis" begitu saja tanpa pernah mau mencari akar masalah dari munculnya "fundamentalis-fundamental
is" tersebut. Kita bahkan sering kali begitu saja menganggap sama antara fundamentalis dengan terroris! Ini sama seperti kita hanya menangkap pencuri tanpa mau tahu, kenapa masih ada orang yang kelaparan hingga mau mencuri.

Yang kita perlukan ke depan, adalah ruang-ruang diskusi dan sistem proteksi terhadap hegemoni barat yang destruktif, yang bisa menjamin bahwa tak ada lagi pengalienasian manusia dari kehidupannya.
baca tulisan ini lebih jauh

biarkan kami telanjang...

biarkan saja kami telanjang di halaman rumah
biarkan kami berlari di sini
mengepul-ngepulkan debu tanah yang kering
atau berguling di rumput lapangan sebelah rumah
biarkan kami telanjang
supaya kami bisa melompat salto setinggi mungkin
menceburkan tubuh mungil kami ke tambak yang penuh lampu

kaki-kaki kecil kami memang penuh lumpur
kotor dan bau tanah yang menyengat
tapi kami ingin berlari
berlari
bermain
berteriak
jadi biarkan saja kami telanjang di sini
memohon hujan turun sederas yang langit bisa
supaya kami bisa mandi air suci
supaya kami bisa meluncur di atas rumput yang basah
biarkan kami menghirup angin sekenyang kami bisa
sampai kembung perut kami
membuncit supaya kami bisa tidur pulas malam ini

bIarkan kami telanjang disini
supaya kami bisa menapaki ranting demi ranting pohon mangga
berayun di dahan-dahan pohon jambu air
lalu melompati tumpukan jerami yang kami susun sendiri
kami ingin berlari saja
bermain saja
teriak saja
kami ingin menjadi kami sendiri saja...
baca tulisan ini lebih jauh

Mengapa manusia lebih tertarik memelihara binatang

Mengapa banyak orang yang suka binatang peliharaan? di negara-negara barat sana, orang bahkan lebih suka memelihara anak anjing daripada anak manusia. Mengapa?

Dulu, waktu saya nanya sama seorang teman cewek yang suka pelihara binatang, jawabannya katanya karena katanya mereka itu lucu, manis, dan menggemaskan.

Ketika saya bertanya pada seorang psikolog, kenapa orang suka banget pelihara binatang jawabannya katanya karena binatang peliharaan itu mampu menjadi teman bagi manusia.

Benarkah seperti itu?

Tapi belakangan ini, saya berpikiran lain. Saya berpikir jangan-jangan orang memelihara binatang karena binatang saya tidak berkepentingan atas kepentingan saya. Banyak orang lebih mencintai anjing daripada anaknya sendiri;Karena bila seseorang punya anak; Bisa saja suatu hari anak itu memiliki kepentingan yang sejenis sehingga dapat terjadi kompetisi. Anjing dianggap setia, sebenarnya bukan masalah setia, tetapi ketidak pedulian kepentingan sehingga tidak saling mengganggu.

Seperti itulah kita. Semua hubungan kita dengan orang lain adalah karena kita punya kepentingan. Kita berteman dengan orang lain, karena kita punya kepentingan. Supaya kita punya teman belajar, punya teman curhat, punya teman hang out, supaya kita gak dibilang kuper, supaya ada orang yang bisa ngasi contekan waktu ujian, Itu semua adalah alasan kita memilih teman. Iya, kan? Pun, di dunia kemahasiswaan, kita bekerja karena ada kepentingan: buat dapat poin kemahasiswaan, supaya bisa jadi pengurus lembaga dan jadi terkenal, biar bisa numpang nongol di hadapan maba pas pengkaderan, dan kepentingan-kepentingan lainnya.

Saya tidak mencoba munafik dengan tulisan ini. Saya juga menulis catatan ini karena punya kepentingan. Supaya terkenal. Supaya dianggap jago nulis.

Apakah ada orang yang bebas dari kepentingan?
Ada. Orang sufi, orang gila dan orang sekarat.
Jadi, yang benar adalah bagaimana agar kepentingan-kepentingan kita itu tidak kebablasan, manusiawi, dan tidak membinatangkan manusia.
baca tulisan ini lebih jauh

Menjalani Hidup dengan Penuh Kesadaran

Menjalani hidup dengan penuh kesadaran mungkin menurut anda mudah. jangan salah, menjalani kehidupan kita dengan sadar bukan perkara remeh. Kualitas kehidupan kita ditentukan oleh kesadaran kita dalam melakukan segala sesuatu. masalahnya, hampir semua orang menjalani hidup tidak dengan kesadaran penuh. Anda mungkin keberatan dan mengatakan, ''Tidak mungkin, saya selalu sadar setiap saat. Saya melakukan segala sesuatu dengan penuh kesadaran.". Tapi benarkah begitu? Mari kita lihat.

Ada dua jenis kesadaran, kesadaran makro dan kesadaran mikro. Kesadaran makro adalah menyadari mengenai siapa diri kita, dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dan kemana kita akan pergi.

Kesadaran mikro adalah kesadaran dalam keseharian kita. Di sini kita menyadari sepenuhnya apa yang sedang kita lakukan, pikirkan, dan rasakan.

Banyak permasalahan yang kita hadapi terjadi semata-mata karena kurangnya kesadaran pada saat kita melakukannya. Apa anda pernah bercanda kelewat batas? Apakah anda pernah keseleo bicara tentang sesuatu yang tidak sepantasnya?. Pernah bukan? Ini menunjukkan kita sangat sering kehilangan kendali kesadaran atas apa yang kita lakukan. Anda baru sadar telah bercanda tidak pada tempatnya begitu ada kawan yang merasa terluka, Anda baru sadar telah bertindak kasar setelah orang lain sakit hati. Anda baru sadar telah berbohong setelah hal itu menimbulkan masalah.

Ada dua penyebabnya. Pertama, kita sering melakukan sesuatu secara otomatis. Saking rutinnya hal tersebut, kita melakukannya tanpa berpikir. Kita hanya bergerak seperti robot. Kedua, kita tidak menyadari perasaan apa yang muncul dalam diri kita setiap saat. Padahal perasaan inilah yang mendorong kita untuk melakukan berbagai tindakan.

Menyadari perasaan yang muncul setiap waktu merupakan kunci keberhasilan kita dalam hidup. Anda harus mampu mengenali dan mendefinisikan berbagai macam perasaan yang datang silih berganti. Begitu Anda marah, sadarilah bahwa Anda sedang marah. Begitu Anda takut, sadarilah Anda sedang takut. Begitu Anda sedang tergoda, apakah oleh uang, kekuasaan, jabatan maupun wanita, sadarilah bahwa Anda sedang tergoda. Anda harus mampu menyadari perasaan yang timbul. Sadari dan akuilah perasaan itu. Ini namanya kesadaran yang tepat waktu. Dengan demikian Anda dapat membunuh ''monsternya'' selagi ia masih kecil.

Salah satu ukuran kemajuan spiritual kita adalah sejauh mana kita dapat menjaga kesadaran kita setiap saat. Inilah yang disebut mindfullness yaitu hidup dalam kesadaran dan keterjagaan pikiran. Mindfulness membuat kita lebih fokus. Ini membantu kita memberikan perhatian pada apa yang tengah kita kerjakan persis pada saat kita mengerjakannya. Memberikan perhatian membuat kita hidup di dalamnya, serta menikmati dan mengapresiasi saat ini dalam semua kekayaan dan kedalamannya. Ini membantu kita benar-benar melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi

Intinya, untuk dapat menikmati hidup, orang harus memiliki kesadaran setiap saat. Sederhana sekali bukan? Inilah cara termurah untuk dapat menikmati hidup yang berkualitas. Anda tidak perlu melakukan apapun. Yang Anda perlukan cuma satu: Menyadari!

Mengapa para sufi pergi bertapa? karena dengan bertapa mereka dapat menyadari setiap gerakan dari tubuh mereka. merasakan setiap helaan nafas mereka. Mengapa banyak orang datang ke klinik meditasi? karena dengan meditasi, kita melatih kesadaran kita atas tubuh dan pikiran kita. Apa inti dari olahraga yoga? Juga kesadaran. Kesadaran untuk menikmati setiap irama gerakan tubuh.

Tapi anda tak perlu jauh-jauh pergi bertapa untuk mendapatkan ketenangan. Anda hanya perlu kesadaran dalam menjalani kehidupan anda. rasakan setiap gerakan tubuh anda. Rasakan setiap helaan nafas anda. rasakan pemandangan di jalan yang anda lalui ketika ke kampus. Dan rasakan ketenangan meliputi hari-hari anda. Selamat mencoba.
baca tulisan ini lebih jauh

Tak usah membesar-besarkan masalah

Salah satu hal yang menyebabkan mengapa sampai sekarang hidup kita tidak tenang adalah kita terlalu banyak membesar-besarkan masalah. Ada dua penyebab mengapa kita cenderung banyak membesar-besarkan masalah kita. Yang pertama (dan lagi-lagi) adalah kita tak mampu menyadari apa yang sedang kita rasakan. Yang kedua adalah kekerdilan jiwa kita.

Ketika kita tidak menyadari apa yang sedang kita rasakan pada suatu saat tertentu, kita cenderung tidak mampu mengontrol apa yang sedang kita lakukan. Kontrol tindakan kita diambil oleh perasaan kita, bukan kita yang sebenarnya. Akibatnya, Kita tidak lagi memiliki kebebasan atau kemerdekaan untuk memilih tindakan kita.

Contoh, saat kita sedang marah, maka kita umumnya tidak mampu menyadari bahwa kita sedang marah. Yang mengontrol pikiran dan tindakan kiat waktu itu adalah perasaan kita, padahal Perasaan kita cenderung membesar-besarkan masalah yang kita hadapi. Akibatnya, tindakan atau ucapan yang keluar adalah tindakan yang konfrontataif dan merusak. . Andaikan kita bisa menyadari bahwa kita sedang marah maka kita pasti akan mengontrol pikiran kita, dan berfikir secara logis terhadap apa yang kita hadapi.

Alasan kedua mengapa kita cenderung membesar-besarkan masalah adalah jiwa kita terlalu kerdil. ketika kita berjiwa kerdil, maka nilai diri kita (penilaian diri kita terhadap diri kita sendiri) menjadi kerdil. Kita akan merasa bahwa kritikan atau protes dari orang lain akan mengancam eksistensi kita. maka akibatnya adalah kita menjadi rapuh dan sensitif terhadap sesuatu yang dianggap berani mengganggu ego kita.Ketika kita berjiwa besar, maka apapun atau siapapun yang mengusik kita dari luar, itu akan tidak ada apa-apanya.

saya punya pengalaman pribadi. Waktu SMA, saya pernah ditilang oleh polisi. Besoknya, di kafe, saya ceritakan pada teman-teman saya tentang kejelekan dan keburukan poliisi di Indonesia. Tapi, ternyata tanpa saya sadari waktu saya cerita, di belakang saya ternyata ada seorang polisi. Bukan sembarang polisi, dia kapolres. Dengan muka merah, saya mendekat ke sang polisi buat minta maaf. Tapi, ternyata si polisi (kapolres) itu tadi malah berdiri dari tempat duduknya dan tersenyum kepada saya. Dia bilang "terima kasih dek karena mau mengkritik, akan dijadikan bahan masukan yang bernilai. Tapi bersyukurlah bukan polisi yang baru lulus yang mendengar ceritamu".

Yaa, si polisi tadi tidak marah karena nilai dirinya besar. Dia tidak merasa tersinggung ketika dikritik karena dia merasa tak ada apa pun yang ada di luar dirinya yang bisa menyentuh egonya. coba bayangkan andaikan yang mendengar cerit itu adalah seorang polisi muda... pasti saya sudah kena damprat habis-habisan..

Jadi bagaimana caranya agar kita mampu melihat suatu masalah dengan ukuran yang sebenarnya. Tidak diremehkan dan tidak dibesar-besarkan? ya, dengan cara menyadari apa yang kita rasakan dan membangun kebesaran jiwa kita.

Ingat, cara paling tepat untuk menilai apakah suatu peristiwa benar-benar adalah masalah bagi anda adalah menjawab "apakah peristiwa itu akan anda ingat satu tahun mendatang?"
jawab sendiri.
baca tulisan ini lebih jauh

Kita telah memilih cara yang salah untuk menjalani hidup

Apa anda salah satu orang yang merasa bahwa hidup anda tidak bahagia? Apa anda sering merasa bahwa hidup ini begitu sangat membosankan? Atau setidaknya anda pernah merasa bahwa anda tidak bahagia dalam keseharian anda?

Tak usah ragu menjawab. Hampir semua orang pernah merasa bahwa hidup di dunia ini menjengkelkan. Jangankan anda yang hidup pas-pasan, orang kaya saja sering merasa tidak bahagia menjalani kehidupan ini. ya, kan?

Mengapa sampai sekarang kta tidak mampu menjalani hidup dengan bahagia? karena hampir semua dari kita salah dalam mendefinisikan kebahgiaan. Hampir semua orang yang hidup di jagad raya ini mendefinisikan "bahagia" sebagai sebuah tujuan. Apapun definisi anda tentang hidup bahagia, anda pasti menempatkan kebahagiaan sebagai tujuan hidup anda.

Padahal sebenarnya bahagia itu sama sekali bukan tujuan. Sama sekali bukan. Bahagia adalah sebuah cara atau metode dalam menjalani hidup. Dan kita boleh memilih cara apapun untuk menjalani kehidupan kita. kita mau menjalani hidup ini dengan penuh kebahagiaan, kecemasan, atau dengan ketakutan, atau kemarahan, atau dengan cara apa pun itu terserah kita. Kitalah yang memilih. Hanya, tanpa disadari, selama ini kita telah memilih cara yang salah dalam menjalani kehidupan.

Ketika kita menempatkan kebahagiaan itu sebagai sebuah tujuan, maka kita secara tidak langsung telah emnempatkan kebahagiaan itu di tempat yang jauh. Sangat jauh. Anda terlanjur percaya mitos bahwa kebahagiaan akan kita dapatkan suatu saat nanti. Misalnya seperti ini, anda menganggap bahwa kebahagiaan itu bisa diperoleh ketika anda kaya. Tapi, nyatanya ketika anda kaya, anda tidak juga kunjung puas, dan sekali lagi anda menganggap anda bisa bahagia, ketika anda lebih kaya lagi. Tapi, lagi-lagi anda tidak bahagia juga bukan?
Atau kita menganggap bahwa kebahagiaan akan datang ketika kita telah terkeknal, menjadi artis contohnya. apakah setelah menjadi artis, kita yakin bisa hidup bahagia? belum tentu. Atau ketika kita telah menjadi politikus yang disegani, profesor yang dihormati, atau direktur di sebuah perusahaan terkemuka? juga tidak. Jadi kapan anda bisa bahagia?

Kita tidak akan bisa menjalani hidup bahagia jika kita masih menganggap bahagia itu sebuah tujuan. Saya sangat tidak sepakat denagn pepatah bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Pepatah itu seakan-akan menganggap kebahagiaan iu hanya bisa diraih dengan keringat dan air mata. Padahal sama sekali tidak. hidup bahagia itu sangat mudah. Gratis lagi...

Jika kita mau hidup dengan bahagia, kita cukup mengubah perspektif tentang kehidupan. Membuka jendela pikiran kita lebih luas, dan lebih bijak dalam memaknai hidup.

Jadi mulai sekarang, pikirkan baik-baik, apakah anda ingin menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan atau sebaliknya. anda yang menentukan...
baca tulisan ini lebih jauh

manusia dan Sekolah

Cogito ergo sum
Saya berpikir maka saya ada.
(rene Descartes )


Walaupun saya tak sepenuhnya sependapat dengan ucapan rene Descartes di atas, Namun saya tahu bahwa ucapan rene Descartes di atas ada benarnya. Manusia pada dasarnya diciptakan tuhan denan akal. Akal inilah yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan tuhan yana lainnya . Dengan akal ini manusia bias berpikir, dan dengan kemampuan berpikir itu manusia bisa belajar berbagai hal.

Belajar merupakan cara manusia untuk menyempurnakan kemuliaannya sebagai mahluk tuhan yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi. Maka setiap manusia pasti dalam dirinya telah tertanam naluri untuk belajar. Dari sejak zaman primitive hingga abad mutakhir sekarang ini manusia terus berpikir`dan akhirnya lahirlah kebudayaan yang dapat kita lihat dan nikmati`seperti sekarang ini.

Seiring perkembangan kebudayaan itu, dan untuk memudahkan pengembangan kebudayaan bagi manusia, dibentuklah sekolah. Sejak zaman polis yunani, lembaga-lembaga belajar (sekolah) didirikan hingga sekarang. Bahkan sekarang sekolah seakan-akan telah menjadi bagian dari siklus kehidupan manusia yang harus dilalui oleh setiap orang yang ingin disebut manusia modern.

Begitu terstrukturalkannya sekolah (apapun ingkatannya, SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi, akademi, politeknik), sampai –sampai banyak orang yang menganggap lembaga pendidikan formal tersebut sbagai tempat untuk mencari pengetahuan praktis dan final yang langsung dapat diterapkan untuk mendapatkan tujuan –tujaun pragmatis. Padahal sekolah (dalam konsep yang lebih holistik) adalah tempat bagi manusia untuk melakukan pencarian (baca:belajar) makna hidup secara terus-menerus.

Dapat kita lihat sekarang, kecenderungan spesialisasi pegetahuan berkembang dengan pesat. Ilmu pengetahuan kita tercenderung terkotak-kotakkan antara sains, budaya dan social. di SMA dibuat kelas ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu bahasa. Di peguruan tinggi mahasiswa di jurusan sains cenderung tidak tertarik untuk belajar kebudayaan dan sosial . padahal bagi anda yang berkecimpung di dunia sains (apalagi untuk disiplin ilmu kesehatan) anda pasti tahu bahwa kesehatan manusia (sains) tidak bisa dilepaskan dari tradisi (budaya) dan kesjahteraan(sosial, politik, ekonomi)

Belajar pada dasarnya butuh keterbukaan pikiran kita tentang sebuah konsep yang lebih holistik. Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup. dengan demikian, kemuliaan manusia sebagai khalifah akan terjaga.
baca tulisan ini lebih jauh