hidup di dunia yang bias

pernahkah anda berpikir, knapa si slamet tukang ojek itu
begitu miskinnya sampai membeli kolorpun ia harus berjuang
mengayuh sepeda berkilo kilo? mengapa keluarga pak mustafa
begitu kaya sampai untuk merayakan ulang tahun anaknya
yang masih tk, mereka rame-rame ke disneyland?

anda boleh bilang, slamet pemalas, kurang pendidikan kurang
kreativitas, kurang gaul. lihat bacaannya, lembaran bergambar
pos kota. omongannya medok, isinya melulu mengenai anak bini.
mainannya gaple bukan internet. jadi kalo slamet miskin, emang
itu sudah takdirnya untuk miskin. orang macam dia gak punya
jalan untuk sukses, iya gak? sedang pak mustafa bagi tetangga
dianggap keluarga elit berpendidikan tinggi (prof, ir, doktor
mustafa m.a, msd, whatever ..). liat tamu yang berdatangan ke
rumahnya, berjejer seperti antrian beras gratis. pak mustafa
kemana mana pake jas dan dasi mirip menteri. anak yang kedua
les piano, musik klasiknya memantul dari ruang tamu memerangi
dangdut yang sedang dinikmati para tukang becak yang mangkal
di perepatan jalan dekat rumahnya. sampai mereka akhirnya
komplen "itu musik ngak ngek ngok apa enaknya sih? bikin pala
pusing dan ngantuk aja, dasar wong edan"

manusia memang mahluk yang gampang dikemudikan bias. mayoritas
kita jelas lebih hormat terhadap pak mustafa ketimbang slamet.
sebab selain mustafa terkenal sering nyumbang acara tujuh belas
agustusan di kelurahan, dia dekat dengan pak lurah dan camat.
bahkan gubernur adalah teman dekatnya. jadi tidak heran ketika
dia meninggal, rombongan pengantar memacetkan jalan. mesjid yang
sesak oleh manusia wangi setelah sholat jenazah, mendengarkan
khutbah penceramah yang mengiringi jenazah mustafa dengan memoar
"dia adalah manusia yang dicintai banyak orang, dia dermawan dan
santun terhadap si miskin. manusia macam mustafa cuma di surga"
sedang ketika slamet mati ketika ojeknya tersambar metromini,
cuma 10 orang datang berduka di tempat kostnya. 3 orang adalah
bini dan 2 anaknya sendiri. 5 orang teman seprofesi dan 2 orang
pemilik warteg yang dua kali berduka, satu karena slamet telah
mati, kedua, slamet pergi beserta bon utang utang tak kembali.

tidak, kawan. saya tak akan membiarkan tulisan ini semacam
wejangan seolah olah saya adalah manusia arif pembela tertindas.
sebab bila saya berada dikampung anda itu, saya akan berprilaku
sama dengan manusia lainnya. saya akan datang kepenguburan pak
mustafa, sebab selain meriah, makanan gratis juga disediakan,
apalagi banyak cewek cantik dan artis yang bakalan datang.
ya, anda dan saya kena bias karena hidup itu sendiri sebenarnya
adalah bias. diskriminasi opini dan treatment sudah dialami sejak
kecil. di sd saya di pejompongan, arif selalu dimanja para guru
karena bapaknya anggota dpr. dan katma dicuekin karena bayar spp
saja masih minta dispensasi. di smp, pak arif, guru olah raga
selalu memanjakan desy, nina dan murid sexy dan bahenol lainnya.
tapi pada suryani yang gendut, martinah yang pendek dekil, guru
ganjen satu ini jarang menoleh. seolah mereka tidak exist.

mengapa itu terjadi? jangan tanya saya, sebab bukanlah sufi.
tapi yang jelas saya memang tahu bahwa manusia itu butuh simbol.
mahluk homosapien sejak pertama kali mengenal property dan harga
diri di padang savanah di afrika sana dulu sampai sekarang ini
tidak pernah berhenti untuk minta dihargai dan di hormati.
dulu dengan power mereka jadi kepala suku dan raja. sekarang
dengan power, mereka menjadi pengusaha atau kepala negara. yang
kurang power, mengumpulkan harta dan menaruh titel di depan dan
belakang nama. yang elit berpakaian mahal dan selalu ngobrol pake
bahasa kelas tinggi. lawyer menggantung diploma di ruang kerja.
militer berseragam atribut, lalu lalang bagai yang punya negara.

semua simbol adalah intimidasi, dan inilah yang melahirkan bias.
bila anda seorang petani kampung yang tanahnya baru saja dirampas
oleh konglomerasi tamak. trus anda coba melaporkannya pada wakil
anda di dpr, pertama anda harus lapor pada penjaga diluar gerbang.
kedua anda menunggu sekian jam di ruangan ac dingin dan memiliki
hiasan garuda besar di dinding, dan akhirnya ketika berhasil juga
menemui orang satu ini (sebuah keajaiban) anda melihat manusia
wakil rakyat berjas mahal dan wangi. bicara dgn bahasa yg susah
dimengerti, tiba-tiba anda merasa dia begitu pintar dan anda jadi
begitu goblok. inilah intimidasi, disinilah bias biasanya muncul.

kembali, kenapa slamet penguburannya sepi? karena dia miskin,
tidak berpendidikan dan tidak wangi. jadinya tidak dicintai.
kenapa mustafa dicintai? karena dia pintar, wangi, kaya, banyak
teman dan banyak berderma.
kenapa? kenapa? karena opini selama ini dipengaruhi oleh simbol
yang sesungguhnya tidak mewakili apa-apa. pidato kepresidenan di
tv, ceramah kyai, gelar bangsawan raja, titel haji dan di depan
nama anda yang bisa dibeli/dijual untuk usaha lantaran bapak anda
adalah jendral atau menteri. mobil mewah yang dikendarai, merek,
semuanya adalah alat intimidasi. dan semuanya alat bias.
so, siapa sih manusia yang tidak bermain di padang bias?
ada, yaitu para sufi, orang gila atau orang yang sedang sekarat.
selain dari itu, kita semua adalah para fauna yang sering merasa
arif bijaksana, tapi tak segan menyemplungkan diri pada kubangan
bias dan intimidasi sambil merayakannya sepenuh hati .... (*)

[copyright © 1999 by artikel hasan basri™]
baca tulisan ini lebih jauh